Skip to main content

Disfungsi Ereksi

PENDAHULUAN
Penderita diabetes mellitus (DM) di indonesia diperkirakan akan meningkat menjadi 12 juta pada tahun 2025. Peningkatan ini akibat peningkatan populasi penduduk usia lanjut dan perubahan gaya hidup, mulai dari jenis makanan yang dikonsumsi sampai berkurangnya kegiatan jasmani. Salah satu komplikasi menahun dari diabetes melitus yang banyak dijumpai namun seringkali terabaikan adalah gangguan fungsi ereksi. Pada penelitian dilaporkan bahwa prevalensi disfungsi ereksi pada DM antara 35% - 40%, prevalensi ini akan semakin turun pada usia muda.



DEFINISI

Disfungsi ereksi adalah suatu kondisi dimana terdapat ketidakmampuan untuk mencapai dan atau mempertahankan ereksi yang memadai agar dapat melakukan senggama yang memuaskan.


ANATOMI DAN FISIOLOGI

Penis terdiri dari 3 buah korpora berbentuk silindris, yaitu 2 buah korpora kavernosa yang saling berpasangan dan sebuah korpus spongiosum yang berada disebelah ventralnya. Didalam setiap korpus terdapat jaringan erektil. Jaringan ini terdiri atas sinusoid atau lakuna yang dapat menampung darah yang cukup banyak sehingga menyebabkan ketegangan penis.




Vaskularisasi penis

Arteri pudenda interna menuju a. penis komunis selanjutnya a. kavernosa atau a.sentralis, arteri dorsalis penis dan arteri bulbo uretralis. Arteri sentralis berlanjut ke rongga kavernosa dan bercabang – cabang hingga arteriole helisin yang akan mengisi darah kedalam sinusoid.

Rangsangan seksual akan menyebabkan peningkatan aktivitas saraf parasimpatis, dilatasi arteriole dan kontriksi venule, inflow meningkat sedangkan outflow akan menurun, peningkatan volume darah dan ketegangan pada korpora meningkat, dan selanjutnya ereksi penis.

Urutan fase-fase ereksi mulai dari flaksid sampai terjadi ereksi maksimal, yaitu flaksid mengakibatkan pengisian awal selanjutnya tumesen lalu ereksi penuh dan menjadi rigid serta akhirnya detumesen




PATOFISIOLOGI

Penyebab disfungsi ereksi pada DM meliputi antara lain faktor vaskuler (insufisiensi arteri korpora kavernosa, gangguan veno oclusi mechanism) dan faktor neuropati. Selain itu juga karena kelainan hormonal.


DIAGNOSIS

International index of erectile function (IIEF) :
  1. Seberapa tinggi kepercayaan diri anda untuk dapat ereksi dan memepertahankannya? 
  2. Dengan rangsangan seksual, ketika anda ereksi seberapa sering anda mampu untuk melakukan hubungan seksual? 
  3. Pada saat hubungan seksual (coitus), seberapa sering anda mampu mempertahankan ereksi sesudah hubungan seksual (coitus)? 
  4. Pada saat hubungan seksual, seberapa sering anda dapat mempertahankan ereksi sampai hubungan seksual selesai? 
  5. Ketika anda mencoba hubungan seksual, seberapa sering hal itu memuaskan anda?

PENATALAKSANAAN
Model penanganan yang dikembangkan meliputi 6 tahap, antara lain tahap 1 berupa identifikasi, tahap 2 berupa edukasi penderita dan pasangannya, tahap 3 merupakan mengatasi penyebab disfungsi ereksi, tahap 4 berupa terapi lini pertama dengan PDE-5 inhibitor atau vakum constriction devices (VCD) atau alat vakum jerat, tahap 5 dengan terapi lini kedua yaitu injeksi intra kavernosa, dan penggunaan alprostadil intra uretra (muse), serta tahap 6 dengan terapi lini ketiga yaitu prostesis penis.

Vakum Constriction Devices (VCD)


RINGKASAN

  1. Disfungsi ereksi merupakan salah satu komplikasi yang banyak dijumpai pada penderita DM.
  2. Disfungsi ereksi sangat mempengaruhi kualitas hidup penderita disfungsi ereksi dan pasangannya. 
  3. Penyebab disfungsi ereksi multifaktorial dan pada penderita DM sebagian besar disebabkan oleh karena kelainan vaskuler dan neurologi.
  4. Identifikasi masalah disfungsi ereksi merupakan langkah pertama penting yang harus dilakukan sebelum menentukan alternatif terapi. 
  5. Beberapa terapi disfungsi ereksi pada DM antara lain PDE-5 inhibitor, vacuum constrictor divice atau alat vakum jerat, injeksi vaso aktif intra cavernosa dan alprostadil intra uretra. 

Comments

Popular posts from this blog

Langkah Awal Resusitasi Neonatus dengan HAIKAL

Dalam melakukan tindakan resusitasi neonatus, perlu kita perhatikan kesiapan semua aspek. Mulai dari kesiapan alat, kesiapan penolong, kesiapan ruangan, kesiapan tim, bahkan kesiapan dari keluarga untuk mengantisipasi semua hal yang dapat terjadi pada saat proses persalinan. Neonatus dilahirkan ke dunia butuh proses untuk mengadaptasikan dirinya yang awalnya berada intrauterine untuk menjadi tumbuh dan berkembang secara ekstrauterine. Semua itu butuh kesiapan dari seluruh organ yang ada di dalam tubuhnya untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru.

Penilaian VTP Tidak Efektif dengan SRIBTA

Ada kalanya dalam melakukan tindakan resusitasi neonatus kita memerlukan tindakan pemberian ventilasi tekanan positif (VTP) dikarenakan kondisi pernafasan bayi belum adekuat untuk bisa bertahan hidup dalam proses adaptasinya dengan lingkungan ekstrauterine. Pemberian VTP diindikasikan pada kondisi berikut, yaitu pertama terjadinya pernafasan yang megap-megap dari bayi atau apneu. Yang kedua, walau bayi dapat bernafas spontan, namun frekuensi jantung kurang dari 100x/menit. Selanjutnya, yang ketiga, SpO2 yang terukur berada di bawah target SpO2 walaupun sudah diberikan O2 aliran bebas.

Perbedaan Visum et Repertum, Rekam Medis, dan Surat Keterangan Ahli

Pada postingan sebelumnya, telah dijelaskan apa itu visum et repertum, rekam medis, maupun surat keterangan ahli. Namun, tahukah anda apa perbedaan dari tiap istilah tersebut ? Mungkin tabel berikut dapat menjelaskan apa sebenarnya perbedaan dari ketiga istilah tersebut. Silakan dibaca secara seksama apa perbedaan dari tiap istilah tersebut. Apabila masih ada pertanyaan yang muncul di kepala terkait istilah-istilah ini, ditanyakan melalui kolom komentar di bawah agar lebih jelas. Segala pertanyaan akan saya usahakan untuk dijawab sebisa mungkin. Semoga semua puas, terima kasih.