Skip to main content

Hubungan Adanya Karies Dentis dengan Sinusitis Maksilaris Kronis

ABSTRAK
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai dengan anatomi sinus yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksilaris, sinusitis etmoidalis, sinusitis frontalis, dan sinusitis sfenoidalis. Dari semua jenis sinusitis, yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maksilaris dan sinusitis ethmoidalis. Pada kasus ini pasien mengeluh keluar cairan hijau kental berbau dari kedua lubang hidung. Pasien juga mengaku gigi geraham atas kiri dan kanan sudah berlubang sebelumnya. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui hubungan adanya karies dentis dengan sinusitis maksilaris kronis.

Keywords: karies dentis, sinusitis, sinusitis maksilaris, sinus paranasal.

KASUS
Pasien datang ke poliklinik dengan keluhan keluar cairan dari kedua lubang hidung sejak 5 bulan yang lalu. Cairan yang keluar berwarna hijau, kental, dan berbau busuk. Pasien juga merasa hidungnya tersumbat. Keluhan dirasakan setiap saat di kedua lubang hidungnya. Pasien juga terkadang merasa pusing. Pasien tidak merasa mual dan tidak muntah, serta tidak mengalami bersin-bersin. Tidak ada keluhan di telinga maupun tenggorokan. Keluhan tidak dipengaruhi oleh suhu ataupun aktivitas. Pasien juga mengaku gigi geraham atasnya sebelah kiri dan kanan berlubang sejak sebelum keluarnya cairan dari lubang hidung. Keluhan yang dirasakan saat ini belum pernah diobati sebelumnya.

Pemeriksaan hidung dan sinus paranasal didapatkan adanya sekret berwarna hijau kental dengan mukosa hidung yang menebal disertai edema dan hiperemis. Didapatkan adanya nyeri tekan di daerah maksilaris. Pada pemeriksaan gigi didapatkan adanya karies dentis pada gigi molar 2 atas kanan dan kiri. Pemeriksaan telinga dan tenggorokan dalam batas normal. Dari hasil foto rontgen sinus paranasal didapatkan adanya kesuraman pada sinus maksilaris dextra dan penebalan dinding cavum nasi.

DIAGNOSIS
Sinusitis maksilaris kronis

DISKUSI
Dari hasil anamnesa didapatkan data pasien datang dengan keluhan keluar cairan dari kedua lubang hidung berwarna hijau, kental, berbau busuk sejak 5 bulan yang lalu. Pasien juga merasa hidungnya tersumbat dan terkadang merasa pusing. Keluhan dirasakan setiap saat, tidak dipengaruhi oleh suhu ataupun aktivitas. Pasien juga mengaku gigi geraham atas kiri dan kanannya berlubang sebelumnya. Dari data tersebut diajukan diagnosis observasi fetor ex nasale, dengan diferensial diagnosis yang mungkin berupa sinusitis maksilaris, rinitis hipertrofi, rinitis atrofi (ozaena).

Untuk rinitis atrofi (ozaena), meski pasien memiliki gejala adanya sekret yang keruh dan berbau serta adanya krusta, namun pada pemeriksaan tidak ditemukan adanya atrofi tulang dan mukosa konka. Rinitis hipertrofi merupakan rinitis kronis yang timbul akibat adanya infeksi berulang dalam hidung dan sinus, atau sebagai lanjutan dari rinitis alergi dan vasomotor. Gejala utamanya adalah sumbatan hidung. Sekret biasanya banyak, mukopurulen, dan sering terdapat keluhan nyeri kepala. Pada pemeriksaan akan ditemukan konka yang hipertrofi, terutama konka inferior. Permukaannya berbenjol-benjol ditutupi oleh mukosa yang juga hipertrofi. Akibatnya saluran udara menjadi sempit. Sekret mukopurulen ditemukan di antara konka inferior dan septum, dan juga di dasar rongga hidung. Pada pasien, kemungkinan diagnosa rinitis hipertrofi belum dapat disingkirkan. Pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen sinus paranasal telah menunjukkan struktur tulang baik, tampak kesuraman pada sinus maksilaris dextra, tampak penebalan dinding cavum nasi, tidak ada deviasi septum nasi. Kesan dari pemeriksaan foto rontgen tersebut adanya sinusitis maksilaris dextra.

Sinus maksilaris disebut juga antrum Highmore, merupakan sinus yang paling sering terinfeksi. Hal ini disebabkan karena merupakan sinus paranasal yang terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drainase) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia. Dasar sinus maksila adalah akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksilaris. Ostium sinus maksila terletak di meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat.

Penyebab sinusitis dapat virus, bakteri atau jamur. Dapat disebabkan oleh rinitis akut, infeksi faring (faringitis, adenoiditis, tonsilitis), infeksi gigi rahang atas M1, M2, M3, serta P1 dan P2), berenang dan menyelam, trauma, serta barotrauma.

KESIMPULAN
Penyebab sinusitis dapat virus, bakteri atau jamur. Dapat disebabkan oleh rinitis akut, infeksi faring (faringitis, adenoiditis, tonsilitis), infeksi gigi rahang atas M1, M2, M3, serta P1 dan P2), berenang dan menyelam, trauma, serta barotrauma.

Karies dentis dapat menyebabkan sinusitis maksilaris. Penyebarannya secara odontogen. Dasar sinus maksila adalah akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksilaris. Bakteri yang berada dalam gigi dapat masuk ke dalam sinus sehingga menyebabkan infeksi di dalam sinus paranasal, yang sering terkena adalah sinus maksilaris. Sehingga berkembang menjadi sinusitis maksilaris.

DAFTAR PUSTAKA
  1. Anonim. 2001. Sinusitis, dalam Kapita Selekta Kedokteran, ed. 3. Media Ausculapius FK UI. Jakarta : 102-106. 
  2. Ballenger, J. J. 1994. Infeksi Sinus Paranasal, dalam Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok Kepala dan Leher, ed 13 (1). Binaputra Aksara. Jakarta : 232-241. 
  3. Cody, R., et al. 1993. Sinusitis, dalam Penyakit telinga Hidung dan Tenggorokan. EGC. Jakarta : 229-241. 
  4. Damayanti dan Endang. 2002. Sinus Paranasal, dalam Buku Ajar Ilmu Kedokteran THT Kepala dan Leher, ed. 5. Balai Penerbit FK UI. Jakarta : 115-119.

Comments

Popular posts from this blog

Langkah Awal Resusitasi Neonatus dengan HAIKAL

Dalam melakukan tindakan resusitasi neonatus, perlu kita perhatikan kesiapan semua aspek. Mulai dari kesiapan alat, kesiapan penolong, kesiapan ruangan, kesiapan tim, bahkan kesiapan dari keluarga untuk mengantisipasi semua hal yang dapat terjadi pada saat proses persalinan. Neonatus dilahirkan ke dunia butuh proses untuk mengadaptasikan dirinya yang awalnya berada intrauterine untuk menjadi tumbuh dan berkembang secara ekstrauterine. Semua itu butuh kesiapan dari seluruh organ yang ada di dalam tubuhnya untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru.

Penilaian VTP Tidak Efektif dengan SRIBTA

Ada kalanya dalam melakukan tindakan resusitasi neonatus kita memerlukan tindakan pemberian ventilasi tekanan positif (VTP) dikarenakan kondisi pernafasan bayi belum adekuat untuk bisa bertahan hidup dalam proses adaptasinya dengan lingkungan ekstrauterine. Pemberian VTP diindikasikan pada kondisi berikut, yaitu pertama terjadinya pernafasan yang megap-megap dari bayi atau apneu. Yang kedua, walau bayi dapat bernafas spontan, namun frekuensi jantung kurang dari 100x/menit. Selanjutnya, yang ketiga, SpO2 yang terukur berada di bawah target SpO2 walaupun sudah diberikan O2 aliran bebas.

Perbedaan Visum et Repertum, Rekam Medis, dan Surat Keterangan Ahli

Pada postingan sebelumnya, telah dijelaskan apa itu visum et repertum, rekam medis, maupun surat keterangan ahli. Namun, tahukah anda apa perbedaan dari tiap istilah tersebut ? Mungkin tabel berikut dapat menjelaskan apa sebenarnya perbedaan dari ketiga istilah tersebut. Silakan dibaca secara seksama apa perbedaan dari tiap istilah tersebut. Apabila masih ada pertanyaan yang muncul di kepala terkait istilah-istilah ini, ditanyakan melalui kolom komentar di bawah agar lebih jelas. Segala pertanyaan akan saya usahakan untuk dijawab sebisa mungkin. Semoga semua puas, terima kasih.