Skip to main content

Luka Bakar

PENDAHULUAN 
Luka bakar merupakan cedera yang sering terjadi dan berpotensi besar menyebabkan morbiditas, mortalitas dan derajat cacat yang lebih tinggi daripada cedera oleh sebab lain. Di Amerika, luka bakar adalah penyebab ketiga kematian akibat kecelakaan setelah kecelakaan kendaraan bermotor dan senjata api. Setiap tahun kira-kira 1,25 juta orang dengan luka bakar datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD). Sebagian besar menderita luka bakar ringan dan mendapat pertolongan pertama di IGD dan sisanya menderita luka bakar yang luas sehingga perlu mendapat perawatan intensif di rumah sakit.

Sebelum dilakukan manajemen terhadap luka bakar, pasien harus dievaluasi secara tepat dan lengkap. Evaluasi ini meliputi jalan napas, pertukaran udara dan stabilitas sirkulasi. Selain itu juga harus diketahui mekanisme terjadinya luka bakar, ada tidaknya gangguan inhalasi, luka bakar pada kornea dan intoksikasi karbon monoksida. Beratnya luka bakar ditentukan dengan menilai derajat serta luas luka bakar.

Gawat darurat dan penatalaksanaan awal luka bakar merupakan bagian terpenting dari perawatan keseluruhan, terutama bila lukanya luas dan kemungkinan memerlukan pembedahan.

DEFINISI
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak langsung atau tak langsung dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi.

PERHITUNGAN LUAS LUKA BAKAR 
Luas luka bakar dinyatakan sebagai presentase terhadap luas permukaan tubuh. Untuk menghitung secara cepat dipakai Rule of Nine dari Wallace. Perhitungan cara ini hanya dapat diterapkan pada orang dewasa, karena anak-anak mempunyai proporsi tubuh yang berbeda. Untuk keperluan pencatatan medis, dapat digunakan kartu luka bakar dengan cara Lund and Browder. 3,4

Perhitungan luas luka bakar berdasarkan “Rule of Nine” oleh Polaski dan Tennison dari Wallace :
  1. Kepala dan leher : 9%
  2. Ekstremitas atas : 2 x 9% (kiri dan kanan)
  3. Paha dan betis-kaki : 4 x 9% (kiri dan kanan)
  4. Dada, perut, punggung, bokong : 4 x 9%
  5. Perineum dan genitalia : 1%

Pada keadaan darurat dapat digunakan cara cepat yaitu dengan menggunakan luas telapak tangan penderita. Prinsipnya yaitu luas telapak tangan = 1% luas permukaan tubuh.

Perhitungan luas luka bakar menurut Linch dan Blocker (Rumus 10) untuk bayi:
  1. Kepala: 20%
  2. Tangan, masing-masing 10%
  3. Kaki, masing-masing 10%
  4. Badan kanan 20 %, kiri 20 %

Perhitungan luas luka bakar menurut Lund dan Browder:
Area
0-1 thn
1-4 thn
5-9 thn
10-14 thn
15 thn
Dws
Kepala
19
17
13
11
9
7
Leher
2
2
2
2
2
2
Anterior tubuh
13
13
13
13
13
13
Posterior tubuh
13
13
13
13
13
13
Bokong kanan
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
Bokong kiri
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
Genitalia
1
1
1
1
1
1
Lengan atas kanan
4
4
4
4
4
4
Lengan atas kiri
4
4
4
4
4
4
Lengan bawah kanan
3
3
3
3
3
3
Lengan bawah kiri
3
3
3
3
3
3
Telapak tangan kanan
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
Telapak tangan kiri
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
Paha kanan
5,5
6,5
8
8,5
9
9,5
Paha kiri
5,5
6,5
8
8,5
9
9,5
Kaki kanan
5
5
5,5
6
6,5
7
Kaki kiri
5
5
5,5
6
6,5
7
Telapak kaki kanan
3,5
3,5
3,5
3,5
3,5
3,5
Telapak kaki kiri
3,5
3,5
3,5
3,5
3,5
3,5
Total

KLASIFIKASI LUAS LUKA BAKAR
Penderita luka bakar dapat digolongkan berdasarkan dalamnya jaringan yang terbakar. Klasifikasi ini selalu dikaitkan dengan luas permukaan tubuh yang terbakar dan kita kenal sebagai derajat luka bakar. Derajat luka bakar ditentukan oleh kedalaman jaringan tubuh yang rusak oleh trauma panas dan tergantung oleh 2 faktor berikut :
  1. Intensitas dan lamanya panas mengenai tubuh.
  2. Rambatan panas pada jaringan (dipengaruhi oleh sifat lokal jaringan).

Jaringan yang tidak mampu merambatkan panas akan menderita kerusakan hebat (nekrosis) sebaliknya jaringan yang dapat meneruskan panas ke jaringan sekitarnya yang cukup mengandung air akan cepat menurunkan suhu sehingga kerusakan bisa lebih ringan.

Bagan Klasifikasi Luka Bakar
Klasifikasi
Jaringan yang rusak
Klinis
Tes Jarum “Pin prick”
Waktu Sembuh
Hasil
I
Epidermis
-  Sakit
-  Merah
-  Kering
Hiperalgesi
7 hari
Normal
II
Dangkal
Sebagian dermis, folikel, rambut dan kelenjar keringat utuh
Sakit merah/kuning, basah, bula
Hiperalgesi atau normal
7 – 14 hari
Normal, pucat, berbintik
II
Dalam
Hanya kelenjar keringat yang utuh
Sakit merah/kuning, basah, bula
Hipoalgesi
14 – 31 hari
Pucat, depigmen-tasi, rata, mengkilat, rambut (-), cicatrix, hipertropi
III
Dermis seluruhnya
Tidak sakit, putih, coklat, hitam, kering
Analgesi
21 hari persekun-dam
Cicatrix, hipertropi

Untuk keperluan klinik terdapat juga klasifikasi yang didasari ketebalan luka, kerusakan kulit dan perlu tidaknya penderita luka bakar mendapat perawatan intensif, yaitu :
  1. Luka bakar superfisial (superficial burn)
  2. Luka bakar dangkal (superficial partial-thickness burn)
  3. Luka bakar dalam (deep partial-thickness burn).
  4. Luka bakar seluruh tebal kulit (full thickness burn).

Karena luka bakar sangat bervariasi baik mengenai luas permukan tubuh maupun dalamnya jaringan yang terbakar, maka perlu ditetapkan keadaan-keadaan yang memerlukan perawatan dan pengobatan di Rumah Sakit. Dalam hal ini dapat dipakai patokan sebagai berikut:
Luka bakar berat (perlu dirawat di RS dan mendapat pengobatan intensif)
  • Derajat II (dewasa > 30 %, anak > 20 %). 
  • Derajat III > 10% 
  • Luka bakar dengan komplikasi pada saluran nafas, fraktur, trauma jaringan lunak yang hebat.
  • Luka bakar akibat sengatan listrik
  • Derajat III yang mengenai bagian tubuh yang kritis seperti muka, tangan, kaki, mata, telinga, dan anogenital.
Luka bakar sedang (perlu dirawat di RS untuk mendapat pengobatan yang baik, biasanya tak seintensif luka bakar berat)
  • Derajat II dangkal > 15% (dewasa), 10% (anak)
  • Derajat II dalam antara 15-30% (dewasa), 10-20% (anak)
  • Derajat III < 10% yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, mata, telinga, dan anogenital.
Luka bakar ringan
  • Derajat I
  • Derajat II < 15% (dewasa), < 10% (anak-anak)
  • Derajat III < 2% 

PERUBAHAN ANATOMI PATOLOGI PADA KULIT DAN PERUBAHAN FISIOLOGI 
Perubahan anatomi patologi pada kulit
Pada luka bakar terjadi perubahan mikrosirkulasi kulit dan terbentuk edema. Trauma panas menghasilkan perubahan karakteristik pada daerah yang terbakar, yaitu zone dengan sel-sel mati sehingga sifatnya irreversible (zona koagulasi) dan daerah paling luar yang memperlihatkan hiperemia dimana kerusakan sel sangat minim dan paling dini menunjukkan perbaikan (zona hiperemia). Diantara keduanya terdapat zona statis dengan gangguan pada sel dan sirkulasi darah yang bersifat sementara. Tetapi zona statis ini sangat potensial untuk menjadi luka yang lebih luas dan lebih dalam sehingga mengenai seluruh tebal kulit karena kondisi sel-selnya sangat peka terhadap infeksi dan kekeringan yang menimbulkan kematian sel.

Dengan penanganan luka bakar yang adekuat akan memberikan kesempatan kepada pembuluh darah untuk menghilangkan sludging (pengendapan partikel padat dari cairan) dan hipoksia jaringan tidak berlarut-larut.

Perubahan Fisiologi
Cedera termis menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sampai syok, yang dapat menimbulkan asidosis, nekrosis tubular akut, dan disfungsi serebral. Kondisi-kondisi ini dijumpai pada fase awal ( akut atau syok) yang biasanya berlangsung sampai 72 jam pertama.

Pada luka bakar timbul beberapa macam gangguan fisiologi yang akut, antara lain:
Gangguan Cairan
Terjadi perpindahan cairan dan elektrolit dari intravaskular ke ekstra vaskular dan penguapan air yang berlebihan melalui permukaan kulit yang rusak.

Cairan dalam darah dan cairan ekstra sel dari bagian tubuh yang tidak terbakar pindah tempat masuk ke dalam bagian tubuh yang mengalami edema dan ke dalam bula untuk kemudian sebagian melalui kulit yang rusak. Ini menjelaskan bahwa pada syok luka bakar selain hipovolemia juga terjadi kekurangan cairan ekstra sel dalam jaringan yang sehat sehingga terjadi gangguan metabolisme sel yang memperberat syok.

Insensible Loss 
Orang normal : 15 – 21 cc/jam/m2 Luas Permukaan Tubuh (LPT)
Penderita luka bakar : (25 – % LB) cc/jam/m2 LPT

Gangguan Sirkulasi dan Hematologi
Resistensi perifer naik karena sistem arteriola mengalami vasokonstriksi disamping viskositas darah yang bertambah. Hemokonsentrasi ini menimbulkan fenomena sludging yang mengakibatkan bertambah hebatnya gangguan sirkulasi perifer sehingga oksigenasi dan perfusi jaringan sangat buruk.

Gangguan Hormonal dan Metabolisme
Perubahan pada fungsi ini, pada posisi anterior bersifat neurogen dan tidak jelas apakah dipengaruhi oleh rangsangan metabolik. Sistem saraf simpatis terangsang akibat trauma yang cukup lama. Pengaruh perubahan pola produksi dan sekresi berbagai hormon mengakibatkan adanya perubahan metabolik dalam jaringan.

Gangguan Imunologi
Netrofil-netrofil yang seharusnya memfagositosis kuman-kuman, terperangkap dalam kapiler di zona stasis. Secara bertahap penurunan daya tahan ini berkurang. Bila tubuh adekuat akan terjadi granulasi di zona stasis dan dapat menahan pertumbuhan bakteri, tetapi bila tidak, pada saat penurunan kemampuan neutrofil dapat timbul sepsis.

PENATALAKSANAAN
Penalataksanaan dan penanganan awal luka bakar berjalan simultan mengikuti kaidah standar Advanced Trauma Life Support dari Komite Trauma American College of Surgeons. Pada survei primer dinilai dan ditangani A, B, C dan D penderita.
A – (Airway) : Jalan nafas, adalah sumbatan jalan atas (larinx, pharinx) akibat cedera inhalasi yang ditandai kesulitan bernafas atau suara nafas yang berbunyi (stridor hoarness). Kecurigaan dibuat bila ditemukan oedem mukosa mulut dan jalan nafas, ditemukan sisa-sisa pembakaran di hidung atau mulut dan luka bakar mengenai muka atau leher. Cedera ini harus segera ditangani karena angka kematiannya sangat tinggi.
B – (Breathing) : Kemampuan bernafas, ekspansi rongga dada dapat terhambat karena nyeri atau eschar melingkar di dada.
C – (Circulation) : Status volume pembuluh darah. Keluarnya cairan dari pembuluh darah terjadi karena meningkatnya permeabilitas pembuluh darah (jarak antara sel endotel dinding pembuluh darah). Bila disertai syok (suplai darah ke jaringan kurang), tindakannya adalah atasi syok lalu lanjutkan resusitasi cairan.
D – (Disability) : Status neurologis pasien. 

PENANGANAN
Prinsip penanganan luka bakar adalah penutupan lesi sesegera mungkin, pencegahan infeksi, mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma mekanik pada kulit yang vital dan elemen di dalamnya, dan pembatasan pembentukan jaringan parut. 
Pertolongan pertama (penanganan darurat di tempat kejadian)
  1. Tidak panik, untuk memudahkan tindakan selanjutnya pertolongan diberikan untuk mengurangi akibat yang terjadi kemudian.
  2. Mengurangi berat luka bakar : Jauhkan benda panas (api dipadamkan, pakaian penderita ditanggalkan), dan dinginkan tubuh. Panas akan menetap pada kulit selama 15 menit dan akan menjalar ke bagian yang lebih dalam, menyiram dengan air dingin 20° - 30 °C dan bersih sangat menolong, karena dapat menurunkan suhu, sehingga mengurangi dalamnya luka, mengurangi nyeri, mengurangi oedem, dan mengurangi kehilangan protein
  3. Mengurangi rasa nyeri. Analgetik dapat diberikan secara oral atau suntikan (morfin / petidin) dan meletakkan bagian yang terbakar pada posisi yang lebih tinggi.
  4. Jalan nafas diperiksa, bila dijumpai obstruksi jalan nafas, lakukan pembersihan dan pemberian O2.
  5. Mencegah shock. Pemasangan infus dilakukan untuk mencegah shock. Luka bakar kurang dari 30% diberikan 500 ml RL/jam, luka bakar lebih dari 30% diberikan 100 ml RL/jam. Pada luka bakar > 30% biasanya fungsi usus menjadi tidak baik sehingga cairan tidak diserap dan mengakibatkan perut menjadi kembung. 
  6. Mencegah infeksi. Luka bakar sebaiknya jangan diberi bahan-bahan yang kotor dan sukar larut dalam air seperti mentega, kecap, telur atau bahan yang lengket misalnya kapas. Luka ditutup dengan kain bersih. Jika ada bula, jangan dipecahkan karena merupakan pelindung sementara sebelum dilakukan perawatan luka di rumah sakit. 
  7. Pengiriman penderita ke rumah sakit sesegera mungkin.

Penanganan di Rumah Sakit
  1. Melakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi, yaitu periksa jalan nafas. Bila dijumpai obstruksi, jalan nafas dibuka dengan pembersihan, bila perlu tracheostomi atau intubasi. Berikan oksigen 100% lalu pasang IV line untuk resusitasi cairan, berikan cairan RL untuk mengatasi syok. Pasang kateter buli-buli untuk memantau diuresis. Pasang pipa lambung untuk mengosongkan lambung selama ada ileus paralitik. Pasang pemantau tekanan vena sentral (CVP) untuk pemantauan sirkulasi darah.
  2. Resusitasi cairan. Periksa cidera yang terjadi di seluruh tubuh secara sistematis untuk menentukan adanya cedera inhalasi, luas dan derajat luka bakar. Dengan demikian jumlah dan jenis cairan yang diperlukan untuk resusitasi dapat ditentukan. Terapi cairan diindikasikan pada luka bakar derajat II atau III dengan luas > 25%, atau bila pasien tidak dapat minum. Terapi cairan dihentikan bila masukan oral dapat menggantikan parenteral. Tiga cara yang lazim digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar yaitu : metode Evans, metoda Brook dan metoda Baxter. 4,6,10
Metode
Elektrolit
Koloid
Dextrose
Evans
1 cc/kgBB/% (NaCl 0,9%)
1 cc/kgBB/%
2000 cc dws
1000 cc anak2
Brook
1,5 cc/kgBB/% (RL)
0,5 cc/kgBB/%
2000 cc dws
1000 cc anak2
Baxter
4 cc/kgBB/% (RL)

Dextrose untuk penggantian insensible water loss (IWL)
Cairan diberikan dalam tetes merata. Cara menghitung tetes, dipakai rumus :
P
g = 
Q x 3

Keterangan :
g : Jumlah tetes per menit
P : Jumlah cairan dalam cc
Q : Jam yang diperkirakan

24 jam I : Separuh kebutuhan jumlah cairan 24 jam I diberikan dalam 8 jam I (dihitung mulai saat kejadian luka bakar). Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.
24 jam II : Diberikan cairan sebanyak separuh kebutuhan jumlah cairan 24 jam I. 
Pada hari ke III diberikan separuh jumlah cairan hari kedua.

Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis normal yaitu sekurang-kurangnya 1 ml/kgBB/jam. 

Berikan analgetik. Analgetik yang efektif adalah morfin atau petidin, diberikan secara iv. Hati-hati dengan pemberian IM (akibat sirkulasi yang terganggu akan terjadi penimbunan di dalam otot).

Lakukan pencucian luka setelah sirkulasi stabil. Pencucian luka dilakukan dengan melakukan debridement dan memandikan pasien menggunakan cairan steril dalam bak khusus yang mengandung larutan antiseptik (lokal) ® Betadine® atau nitras argenti 0,5%.

Pemberian antibiotika pasca pencucian luka dengan tujuan untuk mencegah dan mengatasi infeksi yang terjadi pada luka. Silver nitrate 0,5%, mafinide asetate 10%, silver sulfadiazin 1%, atau gentamisin sulfat.

Balut luka dengan menggunakan kasa gulung kering dan steril.

Anti tetanus : diberikan pada LB derajat II dan III. Serum ATS : 1500 iu dewasa – 750 iu anak-anak. Toxoid : 1 cc dewasa – 0,5 cc anak-anak. Diberikan sebagai “Booster” atau imunisasi dasar. Sebagai imunisasi dasar, pemberian ATS dilakukan 3x masing-masing dengan interval 1 bulan.

Indikasi Rawat Inap
  1. Penderita syok atau terancam syok bila luas luka bakar > 10% pada anak atau > 15% pada orang dewasa.
  2. Terancam edema laring akibat terhirupnya asap atau udara hangat.
  3. Letak luka memungkinkan penderita terancam cacat berat, seperti pada wajah, mata, tangan, kaki atau perineum.

Perawatan Luka
Dikenal dua cara merawat luka :
a. Perawatan terbuka (exposure method)
Keuntungan perawatan terbuka adalah mudah dan murah. Permukaan luka yang selalu terbuka menjadi dingin dan kering sehingga kuman sulit berkembang. Kerugiannya bila digunakan obat tertentu, misalnya nitras-argenti, alas tidur menjadi kotor. Penderita dan keluargapun merasa kurang enak karena melihat luka yang tampak kotor. 

Perawatan terbuka ini memerlukan ketelatenan dan pengawasan yang ketat dan aktif. Keadaan luka harus diamati beberapa kali dalam sehari. Cara ini baik untuk merawat luka bakar yang dangkal. Untuk luka bakar derajat III dengan eksudasi dan pembentukan pus harus dilakukan pembersihan luka berulang-ulang untuk menjaga luka tetap kering. Penderita perlu dimandikan tiap hari, tubuh sebagian yang luka dicuci dengan sabun atau antiseptik dan secara bertahap dilakukan eksisi eskar atau debridement. 

b. Perawatan tertutup (occlusive dressing method)
Perawatan tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang dimaksudkan untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi. Keuntungannya adalah luka tampak rapi, terlindung dan enak bagi penderita. Hanya diperlukan tenaga dan biaya yang lebih karena dipakainya banyak pembalut dan antiseptik. Untuk menghindari kemungkinan kuman untuk berkembang biak, sedapat mungkin luka ditutup kasa penyerap (tulle) setelah dibubuhi dan dikompres dengan antispetik. Balutan kompres diganti beberapa kali sehari. Pada waktu penggantian balut, eskar yang terkelupas dari dasarnya akan terangkat, sehingga dilakukan debridement. Tetapi untuk luka bakar luas debridement harus lebih aktif dan dicuci yaitu dengan melakukan eksisi eskar.

Tindakan Bedah
Tindakan bedah selanjutnya pada penderita luka bakar yang dapat melewati fase aktif adalah eksisi dan penutupan luka. Hal ini sangat penting bila ingin menghindarkan kematian oleh sepsis dan akibat-akibat hipermetabolisme yang sulit diatasi. Eksisi eskar dilakukan secara tangensial. Seluruh jaringan nekrotik dibuang, bila perlu sampai fascia atau lebih dalam.

Keuntungan eksisi eskar dan penutupan luka yang dini adalah :
  • Keadaan umum cepat membaik.
  • Jaringan nekrotik sebagai media tumbuh bakteri dihilangkan.
  • Penyembuhan luka menjadi lebih pendek bila dilakukan skin graft.
  • Timbulnya jaringan parut dan kontraktur dikurangi.
  • Sensitivitas lebih baik.

Terapi Suportif
Luka bakar menimbulkan hipermetabolisme dengan akibat nitrogen balans negatif. Hiperpigmentasi dimulai hari ke 4 selama 7 – 10 hari dengan formula :
  1. Tinggi protein : 2-3 g/kgBB/hari. Tinggi kalori : 50-75 kal/kgBB/hari
  2. Dewasa : 25 kal/kgBB + 40 kal % LB. Anak-anak : 40 kal/kgBB + 40 kal % LB. Kalorinya terdiri dari : 20% protein, 50 – 60% KH, 20 – 30% lemak, vitamin C 1.500 mg; B1 50 mg, Riboflavin 50 mg; Niacide 500 mg (anak-anak dosis disesuaikan)

Pemeriksaan laboratorium
  • Hb, Ht, ureum dan kreatini, elektrolit darah.
  • Kultur dan sensitivitas luka bakar.
  • Produksi urin dan berat jenis.1

KOMPLIKASI
Infeksi. Infeksi merupakan masalah utama. Bila infeksi berat, maka penderita dapat mengalami sepsis. Berikan antibiotika berspektrum luas, bila perlu dalam bentuk kombinasi. Kortikosteroid jangan diberikan karena bersifat imunosupresif (menekan daya tahan), kecuali pada keadaan tertentu, misalnya pda edema larings berat demi kepentingan penyelamatan jiwa penderita.

Curling’s ulcer (ulkus Curling). Ini merupakan komplikasi serius, biasanya muncul pada hari ke 5–10. Terjadi ulkus pada duodenum atau lambung, kadang-kadang dijumpai hematemesis. Antasida harus diberikan secara rutin pada penderita luka bakar sedang hingga berat. Pada endoskopi 75% penderita luka bakar menunjukkan ulkus di duodenum.

Gangguan Jalan nafas. Paling dini muncul dibandingkan komplikasi lainnya, muncul pada hari pertama. Terjadi karena inhalasi, aspirasi, edema paru dan infeksi. Penanganan dengan jalan membersihkan jalan nafas, memberikan oksigen, trakeostomi, pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan antibiotika.

Konvulsi. Komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak adalah konvulsi. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia, infeksi, obat-obatan (penisilin, aminofilin, difenhidramin) dan 33% oleh sebab yang tak diketahui.

Komplikasi luka bakar yang lain adalah timbulnya kontraktur dan gangguan kosmetik akibat jaringan parut yang dapat berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan meyebabkan kekakuan sendi sehingga memerlukan program fisioterapi yang intensif dan tindakan bedah.

PROGNOSIS 
Morbiditas dan mortalitas penderita luka bakar berhubungan luas luka bakar, derajat luka bakar, umur, tingkat kesehatan, lokalisasi luka bakar, cepat lambatnya pertolongan yang diberikan dan fasilitas tempat pertolongannya.

PERMASALAHAN PASCA LUKA BAKAR
Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah akibat jaringan parut yang dapat berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan cacat estetis yang jelek sekali terutama bila parut tersebut berupa keloid. Kekakuan sendi memerlukan program fisioterapi yang intensif dan kontraktur memerlukan tindakan bedah.

Pada cacat estetik yang berat mungkin diperlukan ahli ilmu jiwa untuk mengembalikan rasa percaya diri penderita, dan diperlukan pertolongan ahli bedah rekonstruksi terutama jika cacat mengenai wajah atau tangan.

Bila luka bakar yang merusak jalan nafas akibat inhalasi, dapat terjadi atelektasis, pneumonia atau insufisiensi fungsi paru pasca trauma.

DAFTAR PUSTAKA
  1. Hospital and prehospital resources for optimal care of patients with burn injury: guidelines for development and operation of burn centers. American Burn Association. J Burn Care Rehabil 1990;11:98-104.
  2. Moenadjat Y. Luka Bakar, Penatalaksanan Awal dan Penatalaksanaannya. Ramlim, Umbas R, Panigoro SS, Kedaruratan Non-Bedah dan Bedah, Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2000 : 62-70.
  3. Lund C, Browder N. The Estimation of Areas of Burns. Surg Gynecol Obstet 1944;79:352-8.
  4. Baxter CR. Management of Burn Wound. Dermatol Clin 1993;11:709-14.
  5. Dr. Cornel Prawirawinata. Dasar-dasar Dalam Luka Bakar, PUSDALIN IDI.
  6. A. Bambang Darwono; F. Sutoko, Protokol Pengelolaan Luka Bakar, Bagian Bedah, FK Undip/RS dr. Kariadi.
  7. Sauer EW. Introduction. Naskah Burn Symposium and Workshop. Jakarta : Sub Bagian Bedah Plastik. Bagian Ilmu Bedah, FKUI, 1997 : 18-25.
  8. Dr. I Nyoman Putu Riasa, SpBP. Memahami Luka Bakar, Penanggung Jawab Medis Unit Luka Bakar RS Sanglah, Denpasar, Bali.
  9. Charles W. Van Way III, Charles A, Buerk : Manual Ketrampilan Dasar Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, 1990, 105-110.
  10. Bisono, Pusponegoro AD; Luka, Trauma, Syok dan Bencana. Dalam : Syamsuhidajat R, Jong WD ed Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997 : 81-91.
  11. Setiomiharja S. Luka Bakar. Dalam : Rekosprodjo S, Pusponegoro AD, Kartono D, Hutagalung EU, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Jakarta Bina Rupa Aksara, 1995, 435-42.

Comments

Post a Comment

Terima kasih atas komentar yang diberikan.. Akan disampaikan dan ditanggapi segera..

Popular posts from this blog

Langkah Awal Resusitasi Neonatus dengan HAIKAL

Dalam melakukan tindakan resusitasi neonatus, perlu kita perhatikan kesiapan semua aspek. Mulai dari kesiapan alat, kesiapan penolong, kesiapan ruangan, kesiapan tim, bahkan kesiapan dari keluarga untuk mengantisipasi semua hal yang dapat terjadi pada saat proses persalinan. Neonatus dilahirkan ke dunia butuh proses untuk mengadaptasikan dirinya yang awalnya berada intrauterine untuk menjadi tumbuh dan berkembang secara ekstrauterine. Semua itu butuh kesiapan dari seluruh organ yang ada di dalam tubuhnya untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru.

Penilaian VTP Tidak Efektif dengan SRIBTA

Ada kalanya dalam melakukan tindakan resusitasi neonatus kita memerlukan tindakan pemberian ventilasi tekanan positif (VTP) dikarenakan kondisi pernafasan bayi belum adekuat untuk bisa bertahan hidup dalam proses adaptasinya dengan lingkungan ekstrauterine. Pemberian VTP diindikasikan pada kondisi berikut, yaitu pertama terjadinya pernafasan yang megap-megap dari bayi atau apneu. Yang kedua, walau bayi dapat bernafas spontan, namun frekuensi jantung kurang dari 100x/menit. Selanjutnya, yang ketiga, SpO2 yang terukur berada di bawah target SpO2 walaupun sudah diberikan O2 aliran bebas.

Perbedaan Visum et Repertum, Rekam Medis, dan Surat Keterangan Ahli

Pada postingan sebelumnya, telah dijelaskan apa itu visum et repertum, rekam medis, maupun surat keterangan ahli. Namun, tahukah anda apa perbedaan dari tiap istilah tersebut ? Mungkin tabel berikut dapat menjelaskan apa sebenarnya perbedaan dari ketiga istilah tersebut. Silakan dibaca secara seksama apa perbedaan dari tiap istilah tersebut. Apabila masih ada pertanyaan yang muncul di kepala terkait istilah-istilah ini, ditanyakan melalui kolom komentar di bawah agar lebih jelas. Segala pertanyaan akan saya usahakan untuk dijawab sebisa mungkin. Semoga semua puas, terima kasih.