Skip to main content

Trauma Kapitis

PENDAHULUAN
Trauma kapitis adalah cedera yang dapat menyebabkan kerusakan yang kompleks di kulit kepala, tulang tempurung kepala, selaput otak, dan jaringan otak itu sendiri. Insiden trauma dan penyakit akibat kerja didunia menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Setiap tahun 180.000 pekerja meninggal dunia dan 100 juta mengalami cedera kecelakaan kerja. Akibatnya, besar sekali pengaruhnya terhadap social-ekonomi dalam masyarakat, terutama terhadap pekerja dan keluarganya.

Setiap tahun diperkirakan sekitar 0,3-0,5 % penduduk dunia mengalami trauma kepala. Di republik Hungaria yang berpenduduk 12 juta jiwa saja, menurut statistik tiap tahun terjadi 50.000 cidera kepala. Dari semua cidera kepala tersubut ± 5% di antaranya disertai dengan pendarahahn otak. Kejadian ini terhitung lebih tinggi daripada biasanya (Hungaria Helth Ministri Weekly News No. 9, 1984) di Republik Federasi Jerman yang berpenduduk 60 juta jiwa waktu itu, setiap tahun tercatat 150.000-200.000 korban dengan trauma kapitis. Dari jumlah tersebut 30.000-50.000 diantaranya mengalami trauma kapitis berat, dan labih dari 10.000 dianatranya disertai dengan perdarahan intracranial. Sebanyak 14.000 diantaranya meninggal setiap tahun.

Insidensi di Amerika Serikat setiap tahunnya mencapai 1 juta kejadian. Dan diperkirakan kejadian cedera kepala sekitar setiap 15 detik. Diantaranya sekitar 375.000 jiwa dirawat di rumah sakit, 50.000 jiwa meninggal, dan sekitar 100.000 jiwa dikategorikan sebagai cedera kepala sedang sampai berat. Dan diperkirakan sekitar lebih dari 5,3 juta jiwa mengalami gangguan kemampuan secara menetap yang diakibatkan oleh cedera kepala. Kejadian yang paling tersering di Amerika Serikat yiatu mengenai pengendara sepeda motor dan pejalan kaki, yaitu mencapai sekitar 50 % dari angka kejadian keseluruhan. Kemudian kejadian jatuh, mencapai sekitar 20 %, dan selebihnya pada kejadian tertembak serta akibat kecelakaan olahraga. Angka kejadian tertinggi terjadi di daerah perkotaan yang padat.

DEFINISI
Cedera kepala atau Traumatic Brain Injury adalah suatu keadaan yang bukan disebabkan oleh penyakit degeneratif atau bawaan, tetapi disebabkan oleh kejadian eksternal oleh trauma fisik yang bisa menyebabkan gangguan kesadaran. Akibatnya terjadi gangguan kognitif, emosi, tingkah laku dan fungsi tubuh yang mungkin bisa menjadi permanent, baik parsial ataupun total.

ANATOMI FISIOLOGI
Otak terdiri dari dua bagian sisi, yaitu otak sisi kanan dan sisi kiri. Sisi sebelah kanan bertanggung jawab terhadap tubuh bagian kiri, dan sebaliknya sisi bagian kiri bertanggung jawab terhadap tubuh bagian kanan.
Otak sisi kanan
Otak sisi kiri
·    Mengenal dan memastikan objek di sekeliling kita.
·    Mengenal posisi tubuh
·    Memahami dan mengingat segala tindakan dan penglihatan.
·    Menyimpan sebagian memori informasi untuk kemudian bisa menggambarkannya.
·    Mengontrol sisi kiri    tubuh.
·    Memahami dan bisa menggunakan bahasa (mendengarkan, membaca, berbicara, dan menulis)
·    Mengingat pembicaraan dan menulis pesan.
·    Bisa memahami suatu informasi secara terperinci.
·    Mengontrol sisi kanan tubuh.

Lobus frontal bertanggung jawab atas kontrol emosional dan kepribadian, yang mempengaruhi fungsi motorik, keputusan dan pemecahan masalah, spontanitas, ingatan, ekspresi dan pemilihan bahasa atau kalimat, inisiatif, serta perilaku sosial dan perilaku sex. Lobus parietal memiliki dua fungsi utama, yaitu yang pertama bertanggung jawab pada sensasi dan persepsi, dan yang kedua bertanggung jawab pada pengintegrasian input sensorik, terutama pada sistem visual. Lobus temporal bertanggung jawab terhadap kemampuan pendengaran, sebagian persepsi visual, serta pengkategorian objek. Lobus Occipital merupakan pusat dari system persepsi visual. Sehingga bertanggung jawab pada penglihatan. Batang otak sangat berperan pada masalah vital, seperti aurosal dan kesadaran. Seluruh informasi yang masuk dan keluar dari tubuh kita menuju dan keluar dari otak mesti melewati batang otak.

Secara garis besar terdapat tiga hal yang mempengaruhi keadaan fisiologis otak, yaitu tekanan intrakranial, tekanan perfusi otak, serta aliran darah otak. Tekanan intrakranial normal berkisar antara 10 mmHg (136 mm H20). Dan menurut hukum Monro Kellie, hal-hal yang mempengaruhi tekanan intrakranial, yaitu volume darah, volume LCS dan volume jaringan otak adalah berbanding lurus dan bersifat konstan. Tekanan perfusi otak normal berkisar antara 70 mmHg. Sedangkan aliran darah otak normal berkisar antara 50 ml/100 gr jaringan otak/menit.

KLASIFIKASI CEDERA KEPALA
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme terjadinya, berat ringannya, serta morfologinya.

Mekanisme terjadinya : 
  1. Trauma tumpul, baik kecepatan tinggi misalnya tabrakan kendaraan bermotor atau kecepatan rendah misalnya terjatuh bukan dari ketinggian.
  2. Trauma tembus, misalnya trauma akibat tertembus peluru. 

Berat ringannya cedera : 
Untuk menentukan berat ringannya cedera kepala yang dianggap paling mudah dan lebih obyektif adalah dengan mempergunakan Glasgow Coma Scale. Skala penentuan berat ringannya cedera kepala akan dibicarakan dalam bagian khusus. 

Morfologi : 
  1. Fraktur tengkorak. Kalfaria (kubah), misal fraktur garis – bintang (linear – stelata) yang sering terjadi pada perdarahan epidural, fraktur depresi dan nondepresi yang sering menyebabkan deficit neurologis, serta fraktur terbuka dan tertutup. Pada fraktur linier, keadaan fraktur lebih penting karena fraktur yang melewati tulang temporalis dapat merobek pembuluh darah meningeal tengah dan menghasilkan hematoma eksterna. Basis Cranii, baik itu disertai atau tanpa kebocoran liquor, serta dengan atau tanpa disertai parese nervus cranialis. Fraktur ini dapat meluas ke dalam sinus udara atau telinga tengah dan sering terkait dengan keluarnya darah atau cairan serebrospinal dari hidung dan telinga. Fraktur pada Krista supra-siliare sering meliputi sinus udara frontal atau sinus udara ethmoid. Sering dinding posterior berkeping-keping dan durameter robek.
  2. Lesi Intrakranial. Pada lesi supratentorial, gangguan akan terjadi baik oleh kerusakan langsung pada jaringan otak atau akibat penggeseran dan kompresi pada ARAS karena proses tersebut maupun gangguan vaskularisasi dan edema yang diakibatkan. Proses ini menjalar secara radial dan lokasi lesi kemudian kearah rotasi-kaudal sepanjang batang otak. Gejala-gajala klinis akan timbul sesuai dengan perjalanan proses tersebut yang dimulai dengan gejala-gejala neurologik foka-kaudal sepanjang batang otak. Gejala-gajala klinis akan timbul sesuai dengan perjalanan proses tersebut yang dimulai dengan gejala-gejala neurologik fokal sesuia dengan lokasi lesi. Jika keadaan bertambah berat dapat timbul sindrom diensefalon, sindrom mesenfalon, bahkan sindrom ponto-meduler dan deserbasi. Pada lesi infratentorial, gangguan dapat terjadi karena kerusakan ARAS baik oleh proses intrinsik pada batang otak maupun oleh proses ekstrinsik. Lesi difus, gangguan neurologi pada umumnya bersifat bilateral dan hampir selalu simetrik. Selain itu gejala neurologiknya tidak dapat dilokalisir pada suatu susunan anatomi tertentu pada susunan saraf pusat. Keadaan ini misalnya terjadi pada komosio klasik, komosio ringan, dan cedera akson difus. Penyebab gangguan pada golongan ini terutama akibat kejadian sekunder misalnya kekurangan O2, kekurangan glukosa, serta gangguan sirkulasi darah.
  3. Cedera otak primer dan sekunder. Cedera otak primer terjadi kerusakan otak akibat trauma langsung. Cedera otak sekunder terjadi akibat hipotensi, hipoksia, gangguan aliran darah, serta peningkatan tekanan intrakranial.

GAMBARAN KLINIK
Otak memilki peranan dan bertanggung jawab pada penampilan atau gambaran kebiasaan manusia, yang sangat riskan atau rawan dan mudah untuk terkena cedera akibat trauma. Hal tersebut ternyata menimbulkan perubahan yang signifikan pada fungsi tabiat dan fungsi adaptasi dalam kehidupan sosialnya.

Keadaan-keadaan setelah terjadinya cedera kepala, yang tentunya berpengaruh pada otak bisa menyebabkan defisit dari fungsi otak yang berjangka panjang. Defisit jangka panjang yang dapat terjadi dari cedera pada otak yang dapat terjadi dapat dikategorikan pada tiga kategori, yaitu : 

Defisit fungsi fisik, misalnya : 
  • Paralisis atau parese, baik kedua tangan dan kedua kaki, atau hanya satu bagian sisi tubuh.
  • Kelainan skil motorik, kadang disertai dengan tremor.
  • Ataxia.
  • Diplopia.
  • Gangguan pemendekan area visual.
  • Oral apraxia.
  • Apraxia. 

Defisit fungsi kognitif, misalnya : 
  • Penurunan daya perhatian dan konsentrasi.
  • Penurunan daya ingat untuk memahami, mempelajari atau mengingat kembali informasi yang baru.
  • Penurunan kemampuan menentukan sikap dan keputusan.
  • Melemahnya kecepatan proses informasi yang diterima.
  • Pemikiran yang meledak-ledak tanpa peduli akan akibatnya.
  • Kelemahan kemampuan perencanaan.
  • Penurunan konsep berpikir dan berpikir secara abstrak.
  • Kaku dalam berpikir dan mental.
  • Kelemahan dalam pengambilan keputusan terutama keadaan yang menyangkut sosial. 

Defisit fungsi tingkah laku, misalnya : 
  • Ketidakmampuan untuk menentukan suatu aktivitas.
  • Tidak dapat diam.
  • Gangguan tingkah laku sosial.
  • Impulsif
  • Apatis dan tidak memiliki inisiatif.
  • Ketidakmampuan untuk mengambil pelajaran dari pengalaman.
  • Tidak bisa menolak.
  • Tidak bisa menghargai diri sendiri.

Masa Penyembuhan dan rehabilitasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
  • Seberapa parah cedera kepala. 
  • Komplikasi medis. 
  • Seberapa lama koma. 
  • Umur pasien. 
  • Waktu antara kejadian dengan penanganan. 
  • Dukungan keluarga. 
  • Komitmen pelayanan medis. 

PENENTUAN DERAJAT CEDERA KEPALA
Untuk menentukan derajat cedera kepala dapat digunakan skala Glasgow Coma Scale= GCS, yang pertama kali dikenalkan oleh Teasdale dan Jennet dalam tahun 1974 dan banyak digunakan dalam klinik.

Pada GCS tingkat kesadaran dinilai menurut 3 aspek :
  1. Kemampuan membuka mata : Eye opening = E
  2. Aktifitas motorik : Motor response = M
  3. Kemampuan bicara : Verbal respone = V

Kemampuan Membuka Mata 
  • Dapat membuka mata sendiri secara spontan : 4
  • Dapat membuka mata atas perintah : 3
  • Dapat membuka mata atas rangsangan nyeri : 2
  • Tak dapat membuka mata atas rangsangan nyeri apapun : 1 

Aktivitas Motorik 
Dinilai anggota gerak yang memerikan reaksi yang paling baik dan tidak dinilai pada anggota gerak dengan fraktur/kelumpuhan. Biasanya dipilih lengan karena gerakannay lebih bervariasi daripada tungkai.
  • Mengikuti perintah : 6
  • Melokalisasi rangsangan : 5
  • Menarik ekstremitas yang dirangsang : 4
  • Fleksi pada perangsangan : 3
  • Ekstensi pada perangsangan : 2
  • Tak ada gerakan : 1 

Kemampuan bicara 
Menunjukkan fungsi otak dengan integrasi yang paling tinggi.
  • Orientasi yang baik mengenali orang tempat dan waktu : 5
  • Dapat diajak bicara tapi kacau : 4
  • Menegeluarkan kata-kata yang tidak berarti : 3
  • Tidak menegluarkan kata hanya bunyi : 2
  • Tidak keluar suara : 1

Gejala klinis juga ditentukan oleh derajat cedera dan lokasinya. Derajat cedera otak kurang lebih sesuai dengan tingkat gangguan kesadaran penderita. Tingkat yang paling ringan ialah penderita gegar otak, dengan gangguan kesadaran yang berlangsung hanya beberapa menit saja. Atas dasar ini trauma kepala dapat digolongkan menjadi ringan bila derajat koma Glasgow (Glasgow Coma Scale, GCS) total adalah 14-15, sedang 9-13, dan berat bila 3-8.

Comments

Popular posts from this blog

Langkah Awal Resusitasi Neonatus dengan HAIKAL

Dalam melakukan tindakan resusitasi neonatus, perlu kita perhatikan kesiapan semua aspek. Mulai dari kesiapan alat, kesiapan penolong, kesiapan ruangan, kesiapan tim, bahkan kesiapan dari keluarga untuk mengantisipasi semua hal yang dapat terjadi pada saat proses persalinan. Neonatus dilahirkan ke dunia butuh proses untuk mengadaptasikan dirinya yang awalnya berada intrauterine untuk menjadi tumbuh dan berkembang secara ekstrauterine. Semua itu butuh kesiapan dari seluruh organ yang ada di dalam tubuhnya untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru.

Penilaian VTP Tidak Efektif dengan SRIBTA

Ada kalanya dalam melakukan tindakan resusitasi neonatus kita memerlukan tindakan pemberian ventilasi tekanan positif (VTP) dikarenakan kondisi pernafasan bayi belum adekuat untuk bisa bertahan hidup dalam proses adaptasinya dengan lingkungan ekstrauterine. Pemberian VTP diindikasikan pada kondisi berikut, yaitu pertama terjadinya pernafasan yang megap-megap dari bayi atau apneu. Yang kedua, walau bayi dapat bernafas spontan, namun frekuensi jantung kurang dari 100x/menit. Selanjutnya, yang ketiga, SpO2 yang terukur berada di bawah target SpO2 walaupun sudah diberikan O2 aliran bebas.

Perbedaan Visum et Repertum, Rekam Medis, dan Surat Keterangan Ahli

Pada postingan sebelumnya, telah dijelaskan apa itu visum et repertum, rekam medis, maupun surat keterangan ahli. Namun, tahukah anda apa perbedaan dari tiap istilah tersebut ? Mungkin tabel berikut dapat menjelaskan apa sebenarnya perbedaan dari ketiga istilah tersebut. Silakan dibaca secara seksama apa perbedaan dari tiap istilah tersebut. Apabila masih ada pertanyaan yang muncul di kepala terkait istilah-istilah ini, ditanyakan melalui kolom komentar di bawah agar lebih jelas. Segala pertanyaan akan saya usahakan untuk dijawab sebisa mungkin. Semoga semua puas, terima kasih.