Skip to main content

Terapi Konservatif Non Operatif Benign Prostate Hyperplasia

Sampai dengan tahun 1980-an kasus-kasus BPH selalu diatasi dengan operasi. Didorong oleh faktor biaya dan morbiditas post operatif yang tidak nyaman maka terus dicari pendekatan yang lebih aman, nyaman dan bahkan lebih ekonomis. Di dalam penatalaksanaan terapi hiperplasia prostat ini terdapat istilah terapi konservatif yang merupakan terapi non operatif. Untuk penderita yang oleh karena keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan operasi dapat diusahakan pengobatan konservatif.


Terapi konservatif ini masih terbagi lagi ke dalam berbagai kelompok, yaitu :
OBSERVASI (Watchful waiting)
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Kadang-kadang mereka yang mengeluh pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) ringan dapat sembuh sendiri dengan observasi ketat tanpa mendapatkan terapi apapun. Tetapi diantara mereka akhirnya ada yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah.


MEDIKAMENTOSA
Penghambat adrenergik alfaSeperti kita ketahui persyarafan trigonum leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat terutama oleh serabut-serabut saraf simpatis, terutama mengandung reseptor alpha, jadi dengan pemberian obat golongan alpha adrenergik bloker, terutama alpha 1 adrenergik bloker maka tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat akan berkurang, sehingga sehingga menghasilkan peningkatan laju pancaran urin dan memperbaiki gejala miksi. Bila serangan prostatismus memuncak menjurus kepada retensio urin ini adalah pertanda bahwa tonus otot polos prostat meningkat atau berkontraksi sehingga pemberian obat ini adalah sangat rasional. Episode serangan biasanya cepat teratasi.


Contoh obatnya adalah Phenoxy benzanmine (Dibenyline) dosis 2x10 mg/hari. Sekarang telah tersedia obat yang lebih selektif untuk alpha 1 adrenergik bloker yaitu Prazosine, dosisnya adalah 1-5 mg/hari, obat lain selain itu adalah Terazosin dosis 1 mg/hari, Tamzulosin dan Doxazosin. Pengobatan dengan penghambat alpha ini pertama kali dilakukan oleh Caine dan kawan-kawan yang dilaporkan pada tahun 1976. Dengan pengobatan secara ini ditemukan perbaikan sekitar 30-70% pada symptom skore dan kira-kira 50% pada flow rate. Tetapi kelompok obat ini tidak dapat digunakan berkepanjangan karena efek samping obat ini berupa hipotensi ortostatik, palpitasi, astenia vertigo dan lain-lain yang sangat mengganggu kualitas hidup kecuali bagi penderita hipertensi.

Penelitian terakhir di Amerika Serikat menyebutkan bahwa Doxazosin terbukti efektif dalam pengobatan hiperplasia prostat jangka panjang pada pasien hipertensi dan normotensi. Prazosine diketahui lebih selektif sebagai alpha 1 adrenergik bloker, sedang phenoxy benzanmine meskipun lebih kuat tetapi tidak selektif untuk reseptor alpha 1 dan alpha 2, dan sekarang ditakutkan phenoxy benzanmine bersifat karsinogenik. Jadi kelompok obat penghambat adrenoreseptor alpha ini hanya dapat digunakan untuk jangka pendek dan akan lebih fungsional pada terapi tahap awal, obat ini mempunyai efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasia prostat sedikitpun. Bila respon dari pengobatan ini baik maka ini merupakan indikator untuk masuk kedalam tahap perawatan “Watch and wait”.

Fitoterapi
Kelompok kemoterapi pada umumnya telah mempunyai informasi farmakokinetik dan farmakodinamik terstandar secara konvensional dan universal. Kelompok obat ini juga disebut dengan “obat modern”. Tidak semua penyakit dapat diobati secara tuntas dengan kemoterapi ini. Banyak penyakit kronis, degeneratif, gangguan metabolisme, dan penuaan yang belum ada obatnya seperti: kanker, hepatitis, HIV, demensia, dll. Banyak pula yang belum bisa dituntaskan pengobatannya. Termasuk ini adalah: BPH, DM, hipertensi, rematik, dll. Sehingga diperlukan terapi komplementer atau alternatif. Kelompok terapi ini disebut Fitoterapi. Disebut demikian karena berasal dari tumbuhan. Bahan aktifnya belum diketahui dengan pasti, masih memerlukan penelitian yang panjang.

Namun secara empirik, manfaat sudah lama tercatat dan semakin diakui. Diantara sekian banyak fitoterapi yang sudah masuk pasaran, diantaranya yang terkenal adalah Serenoa repens atau Saw Palmetto dan Pumpkin seeds yang digunakan untuk pengobatan BPH. Keduanya, terutama Serenoa repens semakin diterima pemakaiannya dalam upaya pengendalian prosatisme BPH dalam kontek “watchfull waiting strategy”. Di Jerman 90% kasus BPH di terapi dengan Serenoa repens tunggal atau kombinasi, dan di negara-negara Eropa dan Amerika pemakaiannya terus meningkat dengan cepat.

Saw Palmetto Berry (SPB) yang disebut juga Serenoa repens adalah suatu obat tradisional Indian. Catatan empiriknya tentang manfaat tumbuhan ini untuk gangguan urologis sudah ada sejak tahun 1900. Isu back to nature memberikan iklim yang kondusif bagi pemakaian obat ini.

Bukti-bukti empirik lapangan dan empirik uji klinik semakin banyak mencatat efektifitas dan keamanannya. Dalam Current Medical Diagnosis and Treatment (2001) dinyatakan bahwa Saw Palmetto Berry (SPB) ini didalam 18 RCT (Randomized Clinical Trial) dengan 2939 subyek adalah superior terhadap placebo dan efektifitasnya sama dengan finasteride. Efek samping obat berupa disfungsi ereksi = 1,1% sedangkan finasteride = 4,9%. Dalam Life Extension Update dimuat, dari sebanyak 32 publikasi studi terdapat catatan bahwa extract dari SPB ini secara signifikan menunjukan perbaikan klinis dalam hal :

  • Frekuensi nokturia, berkurang
  • Aliran kencing, bertambah lancar
  • Volume residu dikandung kencing, berkurang
  • Gejala kurang enak dalam mekanisme urinoir berkurang
Mekanisme kerja obat ini belum dapat dipastikan tetapi diduga kuat dapat : menghambat aktifitas enzim 5 alpha reduktase dan memblokir reseptor androgen. Bersifat anti inflamasi dan anti udem dengan cara menghambat aktifitas enzim cycloxygenase dan 5 lipoxygenase.

Pumpkin seeds (Cucurbitae peponis semen)
Testimoni empirik tradisional bahan ini telah digunakan di Jerman dan Austria sejak abad 16 untuk gangguan “urinoir” dan belakangan ini ekstraknya dipakai untuk mengatasi gejala yang berhubungan dengan BPH didalam konteks farmakoterapi maupun uji klinis kombinasi dengan ekstraks serenoa repens.

Penelitian di Jerman melakukan studi terhadap preparat yang mengandung komponen utama beta-sitosterol dengan sedikit campuran campesterot dan stigmasterol untuk mengobati hiperplasia prostat. Hasilnya, terjadi perbaikan seperti halnya terapi menggunakan penghambat reseptor alpha dan 5-alpha reduktase, tetapi dengan efek samping yang lebih minimal. Walaupun mekanisme kerja dari preparat campuran fitosterol ini belum dapat dibuktikan, penelitian terus dikembangkan untuk keperluan di masa depan.

Hormonal
Pada tingkat supra hypofisis dengan obat-obat LH-RH (super) agonist yaitu obat yang menjadi kompetitor LH-RH mempunyai afinitas yang lebih besar dengan reseptor bagi LH-RH, sehingga obat ini akan “menghabiskan” reseptor dengan membentuk LH-RH super agonist reseptor kompleks. Sehingga mula-mula oleh karena banyaknya LH-RH super agonist yang menangkap reseptor, pada permulaan justru akan terjadi kenaikan produksi LH oleh hypofisis. Tetapi setelah reseptor “habis”maka LH-RH tidak dapat lagi mencari reseptor , maka LH akan menurun. Contoh obat adalah Buserelin, dengan dosis minggu I 3dd 500 mg s.c. (7 hari) dan minggu II intra nasal spray 200 mg, 3 kali sehari.

Pemberian obat-obat anti androgen yang dapat mulai pada tingkat hipofisis misalnya dengan pemberian Gn-RH analogue sehingga menekan produksi LH, yang menyebabkan produksi testosteron oleh sel leydig berkurang. Cara ini tentu saja menyebabkan penurunan libido oleh karena penurunan kadar testosteron darah.

Pada tingkat infra hipofisis pemberian estrogen dapat memberikan umpan balik dengan menekan produksi FSH dan LH, sehingga produksi testosteron juga menurun. Contoh preparatnya ialah Diaethyl Stilbestrol (DES) dosis satu kali 1-5 mg sehari.

Pada tingkat testikular, orchiectomi untuk pengobatan pembesaran prostat jinak hanya dikenal pada sejarah, sekarang cara pengobatan ini untuk hiperplasia prostat telah ditinggalkan. Untuk karsinoma prostat tentu saja orchiectomi masih dikerjakan oleh karena pertimbangan kemungkinan penyebaran ca prostat dan juga biasanya penderita telah tua.

Pada tingkat yang lebih rendah dapat pula diberikan obat anti androgen yang mekanisme kerjanya mencegah hidrolise testosteron menjadi DHT dengan cara menghambat 5 alpha reduktase, suatu enzim yang diperlukan untuk mengubah testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT), suatu hormon androgen yang mempengaruhi pertumbuhan kelenjar prostat, sehingga jumlah DHT berkurang tetapi jumlah testosteron tidak berkurang, sehingga libido juga tidak menurun. Penurunan kadar zat aktif dehidrotestosteron ini menyebabkan mengecilnya ukuran prostat. Contoh obat tersebut ialah Finesteride, Proscar dengan dosis 5 mg/hari dalam jangka waktu lebih dari 3 bulan, Finasteride mengurangi volume prostat sampai 30%. Penelitian lain di Kanada menyatakan bahwa Finasteride mengurangi volume prostat pada 613 pria dengan angka rata-rata 21%, mengurangi gejala dan memperbaiki laju pancaran urin sampai 12%. Obat ini mempunyai toleransi baik dan tidak mempunyai efek samping yang bermakna.

Obat anti androgen lain yang juga bekerja pada tingkat prostat ialah obat yang mempunyai mekanisme kerja sebagai inhibitor kompetitif terhadap reseptor DHT sehingga DHT tidak dapat membentuk kompleks DHT-Reseptor. Contoh obatnya ialah : Cyproterone acetate 100 mg 2 kali/hari, Flutamide, medrogestone 15 mg2 kali/hari dan Anandron. Obat ini juga tidak menurunkan kadar testosteron pada darah, sehingga libido tidak menurun. Golongan gestagen dan ketokonazole, obat-obat ini mempunyai khasiat : mengurangi enzim dehidrogenase dan isomerase yang berguna untuk metabolisme steroid, menekan LH dan FSH, menjadi saingan testosteron untuk 5 alpha reduktase sehingga DHT tidak terbentuk. Contoh obatnya adalah Megestrol acetat 160 mg empat kali sehari dan MPA 300-500 mg/hari. Kesulitan pengobatan konservatif ini adalah menentukan berapa lama obat harus diberikan dan efek samping dari obat.

INVASIF MINIMAL
Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)
Cara memanaskan prostat sampai 44,5°C – 47°C ini mulai diperkenalkan dalam tiga tahun terakhir ini. Dikatakan dengan memanaskan kelenjar periuretral yang membesar ini dengan gelombang mikro (microwave) yaitu dengan gelombang ultarasonik atau gelombang radio kapasitif akan terjadi vakuolisasi dan nekrosis jaringan prostat, selain itu juga akan menurunkan tonus otot polos dan kapsul prostat sehingga tekanan uretra menurun sehingga obstruksi berkurang. Prinsip cara ini ialah memasang kateter semacam Foley dimana proximal dari balon dipasang antene pemanas yang baru dipanaskan dengan gelombang mikro melalui kabel kecil yang berada didalam kateter. Pemanasan dilakukan antara 1-3 jam. Dengan cara pengobatan ini dengan mempergunakan alat THERMEX II diperoleh hasil perbaikan kira-kira 70-80% pada symptom obyektif dan kira-kira 50-60% perbaikan pada flow rate maksimal. Mekanisme yang pasti mengenai efek pemanasan prostat ini belum semuanya jelas, salah satu teori yang masih harus dibuktikan ialah bahwa dengan pemanasan akan terjadi perusakan pada reseptor alpha yang berada pada leher vesika dan prostat.

Di Jakarta telah tersedia dua macam alat yaitu Prostatron yang menggunakan gelombang mikro dan dipanaskan selama satu jam. Cara ini disebut dengan Trans Urethral Microwave Treatment (TUMT). Sedangkan alat yang lain menggunakan radio capacitive frequency yang dapat memanaskan prostat sampai 44,5°C - 47°C selama 3 jam (TURF). Pengobatan di RS. Pondok Indah pada 112 kasus yang diobati dengan cara ini didapatkan hasil : perbaikan “symptom score” pada 79 penderita (75%) dan perbaikan pada sisa kencing pada 62 penderita (60%) tetapi perbaikan pada maximal flow rate hanya ditemukan pada 55 penderita (50%).

Cara pengobatan hypertermia ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut mengenai cara kerja dasar klinikal, efektifitasnya serta side efek yang mungkin timbul.

Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter dapat memancarkan microwave kedalam jaringan prostat. Oleh karena temperatur pada antene akan tinggi maka perlu dilengkapi dengan surface costing agar tidak merusak mucosa ureter. Dengan proses pendindingan ini memang mucosa tidak rusak tetapi penetrasi juga berkurang.

Cara TURF (trans Uretral Radio Capacitive Frequency) memancarkan gelombang “radio frequency” yang panjang gelombangnya lebih besar daripada tebalnya prostat juga arah dari gelombang radio frequency dapat diarahkan oleh elektrode yang ditempel diluar (pada pangkal paha) sehingga efek panasnya dapat menetrasi sampai lapisan yang dalam. Keuntungan lain oleh karena kateter yang ada alat pemanasnya mempunyai lumen sehingga pemanasan bisa lebih lama, dan selama pemanasan urine tetap dapat mengalir keluar.

Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD)
Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula dikerjakan dengan jalan melakukan commisurotomi prostat pada jam 12.00 dengan jalan melalui operasi terbuka (transvesikal). Pertama kali dikerjakan oleh Hollingworth 1910 dan Franck 1930. Kemudian Deisting 1956 melakukan dengan dilator transuretral. Tetapi sebenarnya pelopor penggunaan balon adalah H.Joachus Burhenne yang mula-mula mencoba pada anjing dan cadaver, akhirnya dicoba di klinik.
Castaneda bersama-sama Reddy dan Hulbert kemudian menyempurnakan tehnik Burhenne tersebut. Konsep dilatasi dengan balon ini ialah mengusahakan agar uretra pars prostatika menjadi lebar melalui mekanisme:
  1. Prostat di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra melebar
  2. Kapsul prostat diregangkan
  3. Tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut
  4. Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars prostatika dirusak

Prosedur ini meskipun bisa dilakukan dengan anestesi topikal, sebaiknya dilakukan dengan narkose. Balon mempunyai diameter 30 mm kemudian dengan alat dikembangkan sampai 4 atm yang sama dengan 58,8 psi atau 3040 mmHg dan kaliber uretra menjadi 30 mm atau 90 F. Kemudian setelah balon dikempeskan kembali kateter dilepaskan dengan menggunakan guide wire dan kateter dilepas memutar kebalikan dari arah jarum jam sementara dapat dipasang cystostomi dengan trocard. TUBD ini biasanya memberikan perbaikan yang bersifat sementara.

Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)
Yaitu dengan menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi untuk menghasilkan ablasi termal pada prostat. Cara ini mempunyai prospek yang baik guna mencapai tujuan untuk menghasilkan prosedur dengan perdarahan minimal, tidak invasif dan mekanisme ejakulasi dapat dipertahankan.

Stent Urethra
Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra, hanya saja kateter tersebut dipasang pada uretra pars prostatika. Bentuk stent ada yang spiral dibuat dari logam bercampur emas yang dipasang diujung kateter (Prostacath). Stents ini digunakan sebagai protesis indwelling permanen yang ditempatkan dengan bantuan endoskopi atau bimbingan pencitraan. Untuk memasangnya, panjang uretra pars prostatika diukur dengan USG dan kemudian dipilih alat yang panjangnya sesuai, lalu alat tersebut dimasukkan dengan kateter pendorong dan bila letak sudah benar di uretra pars prostatika maka spiral tersebut dapat dilepas dari kateter pendorong. Pemasangan stent ini merupakan cara mengatasi obstruksi infravesikal yang juga kurang invasif, yang merupakan alternatif sementara apabila kondisi penderita belum memungkinkan untuk mendapatkan terapi yang lebih invasif. Akhir-akhir ini dikembangkan juga stent yang dapat dipertahankan lebih lama, misalnya Porges Urospiral (Parker dkk.) atau Wallstent (Nording, A.L. Paulsen).

Bentuk lain ialah adanya mesh dari logam yang juga dipasang di uretra pars prostatika dengan kateter pendorong dan kemudian didilatasi dengan balon sampai mesh logam tersebut melekat pada dinding uretra.

Comments

Popular posts from this blog

Langkah Awal Resusitasi Neonatus dengan HAIKAL

Dalam melakukan tindakan resusitasi neonatus, perlu kita perhatikan kesiapan semua aspek. Mulai dari kesiapan alat, kesiapan penolong, kesiapan ruangan, kesiapan tim, bahkan kesiapan dari keluarga untuk mengantisipasi semua hal yang dapat terjadi pada saat proses persalinan. Neonatus dilahirkan ke dunia butuh proses untuk mengadaptasikan dirinya yang awalnya berada intrauterine untuk menjadi tumbuh dan berkembang secara ekstrauterine. Semua itu butuh kesiapan dari seluruh organ yang ada di dalam tubuhnya untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru.

Penilaian VTP Tidak Efektif dengan SRIBTA

Ada kalanya dalam melakukan tindakan resusitasi neonatus kita memerlukan tindakan pemberian ventilasi tekanan positif (VTP) dikarenakan kondisi pernafasan bayi belum adekuat untuk bisa bertahan hidup dalam proses adaptasinya dengan lingkungan ekstrauterine. Pemberian VTP diindikasikan pada kondisi berikut, yaitu pertama terjadinya pernafasan yang megap-megap dari bayi atau apneu. Yang kedua, walau bayi dapat bernafas spontan, namun frekuensi jantung kurang dari 100x/menit. Selanjutnya, yang ketiga, SpO2 yang terukur berada di bawah target SpO2 walaupun sudah diberikan O2 aliran bebas.

Perbedaan Visum et Repertum, Rekam Medis, dan Surat Keterangan Ahli

Pada postingan sebelumnya, telah dijelaskan apa itu visum et repertum, rekam medis, maupun surat keterangan ahli. Namun, tahukah anda apa perbedaan dari tiap istilah tersebut ? Mungkin tabel berikut dapat menjelaskan apa sebenarnya perbedaan dari ketiga istilah tersebut. Silakan dibaca secara seksama apa perbedaan dari tiap istilah tersebut. Apabila masih ada pertanyaan yang muncul di kepala terkait istilah-istilah ini, ditanyakan melalui kolom komentar di bawah agar lebih jelas. Segala pertanyaan akan saya usahakan untuk dijawab sebisa mungkin. Semoga semua puas, terima kasih.