Skip to main content

Demam Tifoid

Demam tifoid merupakan salah satu penyakit endemic yang melanda negara berkembang seperti Indonesia. Kematian dapat terjadi 6% dari pasien yang dirawat inap di rumah sakit. Pada beberapa dekade terakhir demam tifoid sudah jarang terjadi di negara-negara industri, namun tetap menjadi masalah kesehatan yang serius di sebagian wilayah dunia, seperti bekas negara Uni Soviet, anak benua India, Asia Tenggara, Amerika Selatan dan Afrika. Menurut WHO, diperkirakan terjadi 16 juta kasus per tahun dan 600 ribu diantaranya berakhir dengan kematian. Sekitar 70 % dari seluruh kasus kematian itu menimpa penderita demam tifoid di Asia.


DEFINISI
Demam tifoid (tifoid abdominalis, enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.

ETIOLOGI
Penyebab demam tifoid adalah Salmonella typhosa yang merupakan bakteri gram negative, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora dan memiliki setidaknya 3 macam antigen yaitu antigen O (somatic, terdiri dari zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen Vi. Biasanya dalam serum penderita terdapat zat anti terhadap ketiga macam antigen tersebut. Salmonella hamper selalu masuk melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Reservoir kuman ini antara lain unggas, babi, hewan pengerat, sapi dan hewan peliharaan.

EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia demam tifoid terdapat dalam keadaan endemic. Penderita yang ditemukan biasanya berumur diatas satu tahun. Insiden infeksi Salmonella tertinggi terjadi pada usia 1-4 tahun. Angka kematian lebih tinggi pada bayi, orang tua dan pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang menurun (HIV, keganasan).

PATOGENESIS
Bakteri masuk melalui saluran cerna, dibutuhkan 105-109 bakteri untuk dapat menimbulkan infeksi. Sebagian besar bakteri mati oleh asam lambung. Bakteri yang tetap hidup akan masuk ke dalam ileum melalui mikrovili dan mencapai plak peyeri, selanjutnya masuk ke dalam pembuluh darah (disebut bakteremia primer). Basil yang tidak dihancurkan tadi akan berkembang biak dalam hati dan limpa sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian basil akan masuk ke darah lagi dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus dan dapat menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa diatas plak peyeri. Tukak tersebut dapat menyebabkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran cerna disebabkan oleh kelainan pada usus.

GEJALA KLINIS
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan dibandingkan pada dewasa. Masa tunas kuman berkisar antara 7-14 hari (rata-rata 3-30 hari). Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan dan yang terlama 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodormal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan: 
  1. Demam: biasanya demam selama 3 minggu, bersifat febris remitten. Pada kasus khas terdapat demam remiten pada minggu pertama, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien senatiasa berada dalam keadaan demam yang berangsur-angsur turun pada minggu ketiga. 
  2. Gangguan pada saluran pencernaan: pada mulut terdapat gejala bau mulut tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah ditutupi selaput putih yang kotor, ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen kemungkinan dapat dijumpai perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Dapat pula dijumpai konstipasi, atau BAB normal atau bahkan diare. 
  3. Gangguan kesadaran: umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak seberapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor ataupun koma. 

Disamping gejala tersebut dapat pula dijumpai gejala lain seperti dijumpainya roseola (bintik-bintik kemerahan akibat emboli basil dalam kapiler kulit) yang biasa didapat pada anggota gerak. Kadang ditemukan bradikardia pada anak besar atau dapat pula ditemukan adanya epistaksis.

RELAPS
Yaitu keadaan berulangnya gejala penyakit tifs abdominalis, akan tetapi manifestasinya lebih ringan dan lebih singkat. Terjadi dalam minggu kedua setelah suhu badan normal kembali. Menurut teori, relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun zat anti. Mungkin pula relaps terjadi saat penyembuhan tukak, terjadi invasi basil bersamaan dengan pembentukan jaringan-jaringan fibroblast.

KOMPLIKASI
Usus halus
Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal. Dapat berupa 
  1. Perdarahan usus, untuk mengetahui hal ini dapat dilakukan pemeriksaan feses dengan benzidin. Bila perdarahan banyak dapat bermanifestasi sebagai melena. Bila perdarahan sangat berat dapat dijumpai nyeri perut yang amat sakit disertai renjatan 
  2. Perforasi usus, biasanya terjadi pada minggu ketiga atau setelah itu dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi dapat menyebabkan peritonitis. Bila tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan pada foto rontgen didapat gambaran udara antara hati dan diafragma. 
  3. Peritonitis, biasanya menyertai perforasi tetapi dapat pula terjadi tanpa perforasi usus. Pada peritonitis akan ditemukan gejala akut abdomen seperti nyeri perut hebat disertai ketegangan dinding abdomen (defans musculair) dan nyeri pada saat dilakukan tekanan pada dinding perut. 

Komplikasi di luar usus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia) yaitu meningitis, kolesistisis, ensefalopati dan lain-lain. Hal ini terjadi karena infeksi sekunder yaitu bronkopneumonia. Dapat pula terjadi dehidrasi dan asidosis apabila masukan makanan kurang dan perspirasi akibat suhu tubuh yang tinggi. 

DIAGNOSIS KERJA 
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat dibuat diagnosis “observasi tifus abdominalis”2. Untuk memastikan diagnosis perlu dikerjakan pemeriksaan laboratorium sebagai berikut: 

Pemeriksaan yang berguna untuk menyokong diagnosis 
  1. Pemeriksaan darah tepi: terdapat gambaran leucopenia, limfositosis relative dan aneosinofilia pada permulaan sakit 
  2. Pemeriksaan sumsum tulang, bukan merupakan pemeriksaan rutin, namun dapat menyokong diagnosis. Gambaran pemeriksaan sumsum tulang berupa hipreaktif RES dengan adanya makrofag, sedangkan system eritropoiesis, granulopoesis dan trombopoesis berkurang 

Pemeriksaan laboratorium untuk membuat diagnosis 
  1. Biakan empedu, basil salmonella dapat ditemukan dalam darah penderita pada minggu pertama sakit, selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urin dan feses dan mungkin akan tetap positif untuk waktu yang lama. Oleh karena itu pemeriksaan yang positif dari contoh darah digunakan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan pemeriksaan negative dari contoh urin dan feses 2 kali berturut-turut digunakan untuk menentukan bahwa penderita benar-benar sembuh dan tidak menjadi pembawa kuman (karier) 
  2. Pemeriksaan widal, dasar pemeriksaan adalah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum penderita dicampur dengan suspense antigen salmonella typhosa. Untuk membuat diagnosis yang diperlukan adalah titer zat anti terhadap antigen O. titer yang bernilai ≥ 1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan yang progresif dan digunakan untuk menegakkan diagnosis. 

DIAGNOSIS BANDING
Bila terdapat demam lebih dari satu minggu sedangkan penyebab yang menerangkan terjadinya demam belum jelas, dapat dipertimbangkan penyakit sebagi berikut selain tifus abdominalis: paratifoid A,B, danC, influenza, malaria, hepatitis, pneumonia lobaris, ISK, TBC dan lain-lain2. 

PENGOBATAN
Penderita yang dirawat dengan diagnosis observasi demam tifoid harus dianggap dan diperlakukan langsung sebagai penderita tifus abdominalis dan diberikan pengobatan sebagai berikut : 
  1. Isolasi penderita dan desinfeksi pakaian penderita 
  2. Perawatan yang baik mengingat akan komplikasi, sakit yang lama dan anoreksia pada pasien demam tifoid 
  3. Istirahat selama demam sampai dngan 2 minggu normal kembali, yaitu istirahat mutlak, berbaring terus di tempat tidur. Seminggu kemudian boleh duduk dan selanjutnya berdiri dan berjalan 
  4. Diet makanan yang dikonsumsi harus mengandung cukup protein cairan dan berkalori tinggi. Bahan makanan tidak boleh mengandung serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas. Jenis makanan untuk penderita yang tidak sadarkan diri adalah makanan cair yang diberikan melalui pipa lambung. 
  5. Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin dan kotrimoksasol. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi III. Obat-obat pilihan ketiga adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon. Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari. Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol, diberi ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, oral/intravena selama 21 hari kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral, selama 14 hari. Evaluasi kloramfenikol harus dilakukan setelah 1 minggu, karena efek klorampenikol dapat mendepresi sumsum tulang. Cara mengetahui apabila ada depresi adalah apabila Hb < 7 atau AL < 3000. Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari. Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon. 
  6. Bila terdapat komplikasi harus diberikan terapi yang sesuai.

Comments

Popular posts from this blog

Langkah Awal Resusitasi Neonatus dengan HAIKAL

Dalam melakukan tindakan resusitasi neonatus, perlu kita perhatikan kesiapan semua aspek. Mulai dari kesiapan alat, kesiapan penolong, kesiapan ruangan, kesiapan tim, bahkan kesiapan dari keluarga untuk mengantisipasi semua hal yang dapat terjadi pada saat proses persalinan. Neonatus dilahirkan ke dunia butuh proses untuk mengadaptasikan dirinya yang awalnya berada intrauterine untuk menjadi tumbuh dan berkembang secara ekstrauterine. Semua itu butuh kesiapan dari seluruh organ yang ada di dalam tubuhnya untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru.

Penilaian VTP Tidak Efektif dengan SRIBTA

Ada kalanya dalam melakukan tindakan resusitasi neonatus kita memerlukan tindakan pemberian ventilasi tekanan positif (VTP) dikarenakan kondisi pernafasan bayi belum adekuat untuk bisa bertahan hidup dalam proses adaptasinya dengan lingkungan ekstrauterine. Pemberian VTP diindikasikan pada kondisi berikut, yaitu pertama terjadinya pernafasan yang megap-megap dari bayi atau apneu. Yang kedua, walau bayi dapat bernafas spontan, namun frekuensi jantung kurang dari 100x/menit. Selanjutnya, yang ketiga, SpO2 yang terukur berada di bawah target SpO2 walaupun sudah diberikan O2 aliran bebas.

Perbedaan Visum et Repertum, Rekam Medis, dan Surat Keterangan Ahli

Pada postingan sebelumnya, telah dijelaskan apa itu visum et repertum, rekam medis, maupun surat keterangan ahli. Namun, tahukah anda apa perbedaan dari tiap istilah tersebut ? Mungkin tabel berikut dapat menjelaskan apa sebenarnya perbedaan dari ketiga istilah tersebut. Silakan dibaca secara seksama apa perbedaan dari tiap istilah tersebut. Apabila masih ada pertanyaan yang muncul di kepala terkait istilah-istilah ini, ditanyakan melalui kolom komentar di bawah agar lebih jelas. Segala pertanyaan akan saya usahakan untuk dijawab sebisa mungkin. Semoga semua puas, terima kasih.