Skip to main content

Perbedaan Diare Osmotik dan Diare Sekretorik

DIARE OSMOTIK 
Penyebab dasar, kelainan non infeksi yang mengganggu morfologi mukosa usus halus adalah gangguan imunologi. Kelainan yang mengenai morfologi mukosa bisa menyebabkan diare osmotik maupun sekretorik, tergantung pada tingkat cedera villi dan panjangnya usus yang terkena.

Gangguan morfologi mukosa usus halus ini dapat menyebabkan diare osmotik akibat hilangnya permukaan absorbsi usus serta perubahan fungsi pada kapasitas absorbsi sepanjang unit kripta-vilus akibat meningkatnya pergantian epitel. Upaya kompensasi untuk pembaruan epitel bisa mengakibatkan naiknya angka migrasi ke atas unit kripta-vilus sehingga sel imatur menempati vilus apikal.

Diare osmotik biasanya disebabkan oleh solute yang sulit diabsorbsi di dalam usus. Makanan yang tidak diserap atau tidak dicerna, misalnya laktosa (dari susu) merupakan makanan yang baik bagi bakteri. Di dalam usus besar, laktosa ini akan difermentasikan oleh bakteri anaerob menjadi molekul yang lebih kecil, misalnya H2, CO2, H2O dan sebagainya dan menyebabkan tekanan osmotik di dalam lumen usus meningkat. Keadaan dalam lumen usus yang hiperosmoler akan menyebabkan terjadinya pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus yang diikuti oleh peningkatan peristaltik usus (hiperperistaltik) sehingga timbul diare.

DIARE SEKRETORIK 
Sekresi usus yang disertai sekresi ion secara aktif merupakan faktor penting pada diare sekretorik. Perbedaan fungsional unit kripta vilus menerangkan mengapa dapat timbul diare sekretorik. Fungsi utama sel-sel vilus tersebut adalah absorbsi dan fungsi sel kripta terutama adalah sekresi. Absorbsi akhir solut dan air tergantung pada efisiensi fungsi transportasi tepi bersilia (brush border) dan membran basolateral enterosit pada vilus dan pada permeabilitas ion jalur para seluler (sambungan rapat antara sel epitel dan ruang interstitial) vilus untuk mengabsorbsi air dan klorida secara aktif disekresikan pada bagian basal dan kripta. Gangguan yang merusak enterosit dari vilinya dengan demikian dapat menyebabkan kebocoran membran dan sekresi akhir. Hiperplasi sel kripta dalam upaya memperbaharui epitel sebagai respon terhadap jejas dapat menambah masalah dengan meningkatnya kapasitas sekresi klorida aktif.

Pengetahuan terakhir mekanisme ini didapat dari penelitian diare karena infeksi enteral (bakteri lain terutama vibrio cholerae). Patogenesis terjadinya diare oleh karena bakteri pada garis besarnya adalah sebagai berikut : Bakteri masuk ke dalam traktus digestivus, kemudian berkembang biak di dalam traktus digestivus tersebut. Bakteri ini kemudian mengeluarkan toksin yang akan merangsang epitel usus sehingga terjadi peningkatan aktivitas enzim adenil siklase (bila toksin bersifat tidak tahan panas, disebut labile toxin = LT) atau enzim guanil siklase (bila toksin bersifat tahan panas, disebut stable toxin = ST). Sebagai akibat peningkatan aktivitas enzim-enzim ini akan terjadi peningkatan cAMP (cyclic Adenosine monophospate) atau cGMP (cyclic guanosine monophospate), yang mempunyai kemampuan merangsang sekresi klorida, natrium dan air dari dalam sel ke lumen usus ke dalam sel. Hal ini akan menyebabkan peninggian tekanan osmotik di dalam lumen usus (hiperosmoler). Kemudian akan terjadi hiperperistaltik usus untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan dalam lumen usus, sehingga cairan dapat dialirkan dari lumen usus halus ke lumen usus besar (kolon). Dalam keadaan normal, kolon orang dewasa dapat menyerap sebanyak 4400 mL cairan sehari, karena itu produksi atau sekresi cairan sebanyak 4500 mL sehari belum menyebabkan diare. Bila kemampuan penyerapan kolon berkurang, atau sekresi cairan melebihi kapasitas penyerapan kolon, maka akan terjadi diare. Pada kolera sekresi cairan dari usus halus ke usus besar dapat mencapai 10 liter atau lebih sehari. Oleh karena itu diare pada kolera biasanya sangat hebat, suatu keadaan yang disebut diare profus.

DAFTAR PUSTAKA 
  1. Berhman, R., M.D., Vaughan III, V.C., M.D., Diare Kronis : dalam Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian I, EGC, Jakarta, 2000, hal 1345-1360. 
  2. Markum, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jilid I, Gaya baru, Jakarta, 1999, hal 448-468. 
  3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Gastroenterologi, dalam Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Buku I, Infomedika, Jakarta, 1985, hal 283-285. 
  4. Suharyono, Boediarso A, Halimun EM, Gastroenterologi Anak Praktis, FKUI, Gaya Baru, Jakarta, 1988, hal 85-88. 
  5. Watts H.D M.D, alih bahasa : Lukmanto Petrus, Terapi Medik, Edisi 17, EGC, Jakarta, 1984, hal 185. 
  6. Hadi S, Gastroenterologi, Edisi 6, Alumni Bandung, 1995, hal 37-42.

Comments

Popular posts from this blog

Langkah Awal Resusitasi Neonatus dengan HAIKAL

Dalam melakukan tindakan resusitasi neonatus, perlu kita perhatikan kesiapan semua aspek. Mulai dari kesiapan alat, kesiapan penolong, kesiapan ruangan, kesiapan tim, bahkan kesiapan dari keluarga untuk mengantisipasi semua hal yang dapat terjadi pada saat proses persalinan. Neonatus dilahirkan ke dunia butuh proses untuk mengadaptasikan dirinya yang awalnya berada intrauterine untuk menjadi tumbuh dan berkembang secara ekstrauterine. Semua itu butuh kesiapan dari seluruh organ yang ada di dalam tubuhnya untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru.

Penilaian VTP Tidak Efektif dengan SRIBTA

Ada kalanya dalam melakukan tindakan resusitasi neonatus kita memerlukan tindakan pemberian ventilasi tekanan positif (VTP) dikarenakan kondisi pernafasan bayi belum adekuat untuk bisa bertahan hidup dalam proses adaptasinya dengan lingkungan ekstrauterine. Pemberian VTP diindikasikan pada kondisi berikut, yaitu pertama terjadinya pernafasan yang megap-megap dari bayi atau apneu. Yang kedua, walau bayi dapat bernafas spontan, namun frekuensi jantung kurang dari 100x/menit. Selanjutnya, yang ketiga, SpO2 yang terukur berada di bawah target SpO2 walaupun sudah diberikan O2 aliran bebas.

Perbedaan Visum et Repertum, Rekam Medis, dan Surat Keterangan Ahli

Pada postingan sebelumnya, telah dijelaskan apa itu visum et repertum, rekam medis, maupun surat keterangan ahli. Namun, tahukah anda apa perbedaan dari tiap istilah tersebut ? Mungkin tabel berikut dapat menjelaskan apa sebenarnya perbedaan dari ketiga istilah tersebut. Silakan dibaca secara seksama apa perbedaan dari tiap istilah tersebut. Apabila masih ada pertanyaan yang muncul di kepala terkait istilah-istilah ini, ditanyakan melalui kolom komentar di bawah agar lebih jelas. Segala pertanyaan akan saya usahakan untuk dijawab sebisa mungkin. Semoga semua puas, terima kasih.