ABSTRAK
KASUS
Farmakoterapi
Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik (F32.2)
Depresi berulang episode kini berat tanpa ciri psikotik (F 33.2)
Gangguan campuran anxietas dan depresif (F.41.2)
KESIMPULAN
Gangguan depresi berat merupakan salah satu bentuk gangguan mood. Gangguan mood adalah suatu kelompok klinis yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subyektif adanya penderitaan berat. Pasien dengan mood terdepresi merasakan hilangnya energi dan minat, perasaan bersalah, kesulitan berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, dan pikiran tentang kematian atau bunuh diri. Gejala non psikotik dapat ditegakkan bila tidak terdapat adanya gejala psikotik seperti waham, halusinasi atau stupor depresif . Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa bertanggungjawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau alfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju stupor.
Keyword: Gangguan depresi berat, Non psikotik
KASUS
Pasien datang ke poliklinik jiwa RSJ Dr. Soeroyo Magelang tanpa diantar dengan keluhan sulit memulai tidur, terbangun pada malam hari dan tidak bisa tidur kembali sehingga tidur tidak nyenyak dan bangun badan lemas dan malas beraktivitas sejak satu tahun terakhir. Dalam tidurnya pasien sering bermimpi. Mimpi yang diingat lebih sering mimpi buruk seperti ada sapi akan menubruknya. Pasien juga mengeluh sakit pada dada sebelah kiri dibarengi nyeri pada ulu hati. Saat dada terasa sakit badan ikut gemetar, kepala pusing, dan anggota gerak sebelah kiri kesemutan sehingga pasien takut jika lumpuh. Selain itu pasien juga merasa tidak nafsu makan, dalam satu tahun terakhir berat badannya turun 3 kg.
Gejala-gejala tersebut pasien rasakan setelah tragedi kebakaran kapal laut
yang menimpa menantu pertamanya saat akan berangkat ke Kalimantan untuk bekerja
di perkebunan kelapa sawit atas dorongan suami pasien. Oleh karena itu pasien
khawatir kalau terjadi apa-apa yang disalahkan suami pasien. Namun setelah Tn.
T ditemukan beberapa bulan kemudian keluhan pasien tidak kunjung membaik. Pasien merasa khawatir dan sedih jika mengingat peristiwa itu. Kesedihan
yang dirasakan hampir menyita seluruh waktunya. Pasien mengaku hanya bisa
melamun dan menangis terus-menerus, kehilangan semangat untuk beraktivitas
(seperti membersihkan rumah, memasak, bekerja), dan sulit merasakan senang
apalagi tenang.
Kebetulan, bersamaan dengan tragedi tersebut penghasilan suami berkurang
dari Rp. 15.000,00 sehari menjadi hanya kurang dari Rp. 10.000,00 sehari,
pasien kehilangan pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga di tetangganya karena
keteledorannya memecahkan vas bunga serta tidak sengaja merendam hand phone
yang masih ada di kantong baju majikannya. Padahal pasien membutuhkan banyak
dana untuk mengganti hutang atas pernikahan kedua anaknya 3 tahun terakhir,
membiayai sekolah 2 anak terakhirnya yang masih SD serta untuk menebus sawahnya
yang tergadai. Karena semua hal itu pasien merasa sedih, malu, dan merasa
bersalah sehingga tidak mau keluar rumah. Tidak ada bayangan ataupun suara yang
mengganggu pasien. Pasien malu karena merasa kondisinya tidak seberuntung
tetangga-tetangganya.
Hal yang bisa dilakukan menurut pasien hanya meratap pada Allah. Sehari
hampir 41 kali surat Yaasin dan shalawat Nariyah 2000 kali agar mendapat rejeki
dari Allah, masalah segera selesai, dan memohon maaf pada Allah. Kesemuanya
rajin dia baca namun keadaan tidak kunjung membaik. Pasien ingin sekali sembuh
dari sakitnya dan bekerja lagi. Untuk mengurangi keluhan, pasien biasa ngaji lama-lama, mengalihkan tidur
di siang hari. Jika tak bisa tidur pasien biasa minum air putih dan mencari
posisi yang nyaman untuk tidur. Biasanya pasien sudah mecoba tidur sejak pukul
21.00 WIB dan bangun sekitar pukul 04.00 WIB dengan kulitas tidur buruk.
Keadaan umum baik, compos mentis, kesan gizi cukup. Tanda vital, tekanan darah
130/90 mmHg, nadi 84x / menit, RR 20x /menit, suhu afebris. Kepala mesocephal,
Mata sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, pupil ishokor, Leher
limfonodi tidak teraba, Thoraks suara paru vesikuler, suara jantung regular
tidak terdapat bising jantung. Abdomen cembung, peristaltic normal, supel,
hepar/lien tidak teraba, turgor kulit normal. Ekstremitas tonus dan pergerakan
normal, tidak edema. Pemeriksaan nervi cranialis dalam batas normal.
Status
Psikiatrik, penampilan tampak wanita lebih tua dari usia, penampilan cukup,
perawatan diri cukup, kesan gizi kurang, tampak sedih dan sesekali menangis.
Kesadaran Compos mentis, Perilaku dan aktivitas psikomotor selama wawancara
pasien tidak menghindari tatapan. Pasien menjawab semua pertanyaan yang
diajukan, Pembicaraan baik, menjawab spontan dengan volume suara yang cukup,
Sikap terhadap pemeriksa kooperatif.
Sindrom yang didapat yaitu sindrom anxietas (rasa gemetar, jantung berdebar-
debar, mudah tersinggung), Sindrom Obsesif berupa gagasan pikiran yang berulang
yang menyebabkan gangguan, Sindrom Disfungsi Otonomik
Somatoform (nyeri dada sebelah kiri, gemetaran, sakit perut, kepala sakit),
Sindrom insomnia (kesulitan memulai tidur, sering terbangun di malam hari,
khawatir tidak bisa tidur), sindrom depresif (wajah tampak murung, kehilangan
minat dan kegembiraan, gangguan tidur, nafsu makan menurun, penurunan
aktifitas).
Diagnosis
Multiaksial
Aksis
I :
episode depresi berat tanpa gejala psikotik (F 32.2)
Aksis
II : ciri
kepribadian cemas menghindar
Aksis
III : tidak ada diagnosis
Aksis
IV : kehilangan pekerjaan,
penghasilan berkurang, dan hutang belum terbayar
Aksis
V : 60-51 yaitu
terdapat gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.
Terapi
Non Farmakoterapi
Non Farmakoterapi
Psikoterapi:
suportif (ketentraman dan kenyamanan) dan berorientasi tilikan (mengenali
kekuatan ego dan untuk mengungkapkan konflik bawah sadar), relaksasi, dan cognitive
behavior therapy.
Farmakoterapi
Anti Depresi
: Fluoxetine 1x 20 mg (setelah sarapan pagi)
Anti
Anxietas: Alprazolam 2x 0,5 mg
DISKUSI
Untuk
menentukan diagnosis pasien dengan gangguan depresi, maka digunakan PPDGJ.
Berdasarkan gejala yang didapat maka dapat dibuat suatu diagnosis banding,
diantaranya :
Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik (F32.2)
No.
|
Kriteria Diagnosis
|
Pada
Pasien
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Semua 3
gejala utama depresi harus ada (afek depresif, kehilangan minat dan
kegembiraan, hipoaktif)
Ditambah
sekurang – kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus
berintensitas berat
Bila ada
gejala penting (mis.agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok, maka
pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya
secara rinci.
Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan.
Episode
depresif biasanya harus berlangsung sekurang – kurangnya 2 minggu, akan
tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih
dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu.
Sangat
tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau
urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas
|
Terpenuhi
Terpenuhi
Tak
terpenuhi
Terpenuhi
Terpenuhi
|
Keluhan
tersebut sangat menonjol sehingga mengganggu fungsi peran dan kualitas
hidupnya. Gejala primer berupa depresi berlangsung terus-menerus selama satu
tahun terakhir. Sehingga diagnosis axis I menjadi episode depresi berat tanpa
gejala psikotik (F 32.2). Sebagai diagnosis banding adalah gangguan depresi
berulang episode kini berat tanpa ciri psikotik (F 33.2) dengan asumsi depresi
ulangan dengan episode pertama usia 12 tahun saat pasien kehilangan ibunya,
namun pada episode pertama tersebut hanya berlangsung selama 7 hari, tidak
dapat memenuhi kriteria.
Depresi berulang episode kini berat tanpa ciri psikotik (F 33.2)
No
|
Kriteria
Diagnosis
|
Pada
pasien
|
1.
2.
|
Kriteria
untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus terpenuhi dan episode sekarang
harus memenuhi kriteria depresif berat tanpa gejala psikotik
Sekurang-kurangnya
dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2 minggu dengan
sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna
|
Tidak
terpenuhi
Terpenuhi
|
Diagnosis
banding selanjutnya adalah gangguan campuran anxietas dan depersif karena
terdapat pula gejala kecemasan yang cukup terlihat seperti terlihat pada tabel,
namun gejala depresif lebih dominan.
Gangguan campuran anxietas dan depresif (F.41.2)
No.
|
Kriteria Diagnosis
|
Pada
pasien
|
1.
2.
3.
4.
|
Terdapat
gejala – gejala anxietas maupun depresi, dimana masing – masing tidak
menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosa
tersendiri.
Untuk
anxietas, beberapa gejala otonomik harus ditemukan walaupun tidak terus
menerus, disamping rasa cemas atau kekhawatiran berlebihan
Bila
ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan, maka harus
dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya atau gangguan anxietas
fobik
Bila
ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk menegakkan
masing – masing diagnosis, maka kedua diagnosis tersebut harus dikemukakan,
dan diagnosis ganggguan campuran tidak dapat digunakan.
Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stress kehidupan yang jelas, maka harus digunakan kategori F43.2 gangguan penyesuaian |
Terpenuhi
Tak
terpenuhi
|
Dari ketiga
diagnosis banding, maka kriteria yang semua terpenuhi adalah Episode depresi
berat tanpa gejala psikotik (F 32.2). Dimana pasien lebih menonjol kepada
gangguan episode depresinya.
Penatalaksanaan
- Perawatan di rumah sakit
diindikasikan jika keadaan penderita membahayakan diri sendiri atau orang
lain.
- Terapi somatik: antidepresan
dengan urutan pemilihan (step care) sebagai berikut,
- Step 1: golongan SSRI
(Fluoxetine, sertraline, dll)
- Step 2: golongan trisiklik
(amytriptiline, dll)
- Step 3: golongan tetrasiklik
(maprolitine, dll). Golongan atipikal (trazodone, dll). Golongan MAOI
reversible (maclobemide)
Pertama-tama,
menggunakan golongan SSRI yang efek sampingnya sangat minimal (meningkatkan
kepatuhan minum obat, bisa digunakan pada berbagai kondisi medik), spektrum
antidepresi luas, dan gejala putus obat sangat minimal, serta “lethal-dose”
yang tinggi (>6000 mg) sehingga relatif aman. Bila telah diberikan dengan
dosis yang adekuat dalam jangka waktu yang cukup (sekitar 3 bulan) tidak
efektif, dapat beralih ke pilihan kedua yang spektrum antidepresinya juga luas
tetapi efek sampingnya lebih berat. Bila pilihan kedua belum berhasil, dapat
beralih ketiga dengan spektrum antidepresi yang lebih sempit, dan juga efek
samping lebih ringan dibandingkan trisiklik. Yang teringan adalah golongan MAOI
reversible. Di samping itu juga dipertimbangkan bahwa pergantian SSRI ke
MAOI atau sebaliknya membutuhkan waktu 2-4 minggu istirahat untuk washout
period guna mencegah timbulnya serotonin malignant syndrome.
Pada pasien
ini diberi anti depresi : fluoxetine 1x20 mg & anti anxietas: alprazolam 2x0,5 mg. Terapi
tambahan untuk gejala kecemasan dan insomnia yang dialami adalah dengan
menggunakan anti anxietas, Golongan benzodiazepin (Diazeapam,
chlordiazepoxide, lorazepam, clobanazam, bromazepam, alprazolam) sebagai obat
anti-anxietas mempunyai resiko terapetik lebih tinggi dan lebih kurang
menimbulkan adiksi dengan toksisitas yang rendah, dibandingkan dengan
mepobramate atau Phenobarbital, disamping itu phenobarbital menginduksi enzim
mikrosomal di hepar, sedangkan golongan benzodiazepine tidak. Golongan
benzodiazepine merupakan drug of choice dari semua obat yang memiliki
efek anti-anxietas, disebabkan spesifisitas, potensi dan keamanannya.
KESIMPULAN
Gangguan
depresi berat merupakan salah satu bentuk gangguan mood. Gangguan mood adalah
suatu kelompok klinis yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan
pengalaman subyektif adanya penderitaan berat. Pada pasien didapatkan sindrom
depresi yang menonjol sehingga mengganggu fungsi peran dan kualitas hidupnya.
Gejala primer berupa depresi berlangsung terus-menerus selama satu tahun
terakhir.namun tidak disertai dengan adanya gejala psikotik sehingga diagnosis
episode depresi berat tanpa gejala psikotik ( F 32.2) dapat terpenuhi. Pasien
mendapatkan terapi antidepresan dan anti anxietas.
DAFTAR PUSTAKA
- Kaplan dan Sadock. 2007. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis. Edisi VII, Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara
- WHO. 2003. PPDGJ III, ed.I. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.
- Tomb D. 2000. Buku Saku Psikiatri. Edisi VI. Jakarta: EGC.
Comments
Post a Comment
Terima kasih atas komentar yang diberikan.. Akan disampaikan dan ditanggapi segera..