PENDAHULUAN
Ginjal terletak di rongga retroperitonium dan terlindung oleh otot-otot punggung di sebelah posterior dan oleh organ-organ intraperitoneal di sebelah anteriornya. Karena itu cedera ginjal tidak jarang diikuti oleh cedera organ-organ yang mengitarinya. trauma ginjal merupakan trauma terbanyak pada sistem urogenital, lebih kurang 10% dari trauma pada abdomen mencederai ginjal. Dari seluruh trauma sistem genitourinaria, trauma ginjal menduduki angka tertinggi sekitar 50% tidak membedakan ginjal kiri atau kanan. Trauma biasanya disebabkan oleh karena jatuh, kecelakaan lalu lintas, pukulan, olah raga, tusukan atau senjata api.
Abdominal trauma merupakan cedera ke bagian perut. Mungkin tumpul atau tajam dan mungkin melibatkan kerusakan pada Abdominal organ. Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh berbagai macam rudapaksa baik tumpul maupun tajam. Tanda-tanda dan gejala meliputi nyeri pada perut, kesakitan, kaku, dan lebam dari perut eksternal. Abdominal trauma menyajikan risiko berat kehilangan darah dan infeksi.
Trauma ginjal perlu mendapatkan perhatian dan penanganan khusus serta pertolongan segera karena pada trauma ginjal sering diikuti oleh kerusakan organ lainya dan dapat menyebabkan kematian.
ANATOMI GINJAL
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak pada rongga retroperitoneal. Bentuk ginjal seperti kacang, dengan bagian yang cekung menghadap ke medial, dimana pada sisi ini terdapat hillus renalis, tempat masuk dan keluarnya sitem arteri, vena, pembuluh limfatik, sistem saraf dan ureter. Ukuran ginjal pada orang dewasa bervariasi, panjangnya sekitar 11-14 cm, lebar 5-7 cm dengan tebal 2.5-3 cm dan memiliki berat sekitar 115-170 g.
Gambar 1 : Ginjal dan bagian-bagianya
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian korteks dan medula ginjal. Di dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron sedangkan dalam medula banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal terdiri atas tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, dan tubulus koligentes. Sistem pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor, infudibulum, kaliks mayor dan pelvis renalis. Mukosa dan dinding terdiri atas otot polos yang mampu berkontraksi untuk mengalirkan urin sampai ke ureter.
Gambar 2 : Unit fungsional ginjal (Nefron)
Terletak pada kedua sisi collumna vertebralis, ginjal memiliki axis sejajar musculus psoas dan terletak di sebelah lateralnya. Secara topografis, ginjal berbatasan dengan beberapa organ abdomen seperti hepar, gaster, duodenum, jejunum, colon dan lien pada sisi anterior. Pada sisi anterior ginjal dilindungi oleh organ-organ intraperitonia dan Pada sisi posterior, ginjal menempel pada musculus psoas dan quadratus lumborum serta dilindungi oleh tulang rusuk ke XI dan XII.
Letak ginjal kanan relatif lebih rendah 2-3 cm dari ginjal kiri, karena adanya hepar. Masing-masing ginjal pada sisi posterior dibatasi oleh kosta kedua belas, diafragma, muskulus psoas dan lumborum. Saraf ilioinguinal dan iliohipogastrika secara obliq menyilang disebelah ventral muskulus quadratus lumborum. Hilus ginjal berdekatan dengan ujung prosesus transversus vertebra lumbal teratas.
Gambar 3 : Posisi Ginjal dalam abdomen
Ginjal kiri terletak dorsal dari lien, kauda pankreas, lambung, fleksura lienalis kolon dan kolon desenden. Sebelah ventral ginjal kanan terdapat hepar, kolon asenden dan duodenum. Sebelah medial ginjal kanan terdapat vena cava, sementara sebelah medial ginjal kiri terdapat aorta. Ginjal terletak sepanjang tepi muskulus psoas, sehingga terletak obliq. Posisis hepar menyebabkan ginjal kanan lebih rendah dibanding ginjal kiri..Berat ginjal dewasa sekitar 150 gram. Kedua ginjal disokong lemak perirenal (yang berada pada fasia perirenal), pedikel pembuluh ginjal, tonus otot abdomen, serta gumpalan visera abdomen. Variasi faktor-faktor tersebut diatas menyebabkan variasi derajat mobilitas ginjal. Pada posisi tegak , rata-rata penurunan kedua ginjal saat inspirasi adalah 4-5 cm.Kehilangan mobilitas menunjukkan kemungkinan adanya fiksasi abnormal seperti perinefritis, walaupun adanya mobilitas ekstrem tidak selalu menunjukkan hal yang patologis.
Masing-masing ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis mengkilat, yang disebut true capsule (kapsula fibrosa), di sebelah luarnya terdapat jaringan lemak perirenal. Bersama-sama dengan kelenjar adrenal dan lemak perirenal, ginjal dibungkus oleh fascia Gerota. Pada sisi luar fascia gerota, terdapat jaringan lemak pararenal Pool atas ginjal kiri berada pada pertengahan vertebra thorakal 12 , sedang pool inferior setinggi vertebra lumbal ke-3 dan secara umum ginjal kanan setengah vertebra lebih rendah daripada ginjal kiri.
Vaskularisasi
Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena renalis yang bermuara ke vena cava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end arteries yaitu arteri yang tidak mempunyai anastomosis dengan cabang-cabang dari arteri lain, sehingga jika terjadi kerusakan pada salah satu cabang arteri ini berakibat timbulnya iskemik/nekrosis pada daerah yang dilayani. Arteri terletak posterior dari vena renalis dan anterior dari pelvis renalis. Sebelum memasuki hillum renalis, arteri ini bercabang menjadi :
a. Anterior yang bercabang lagi menjadi 4 segmen yaitu : Arteri segmental apikal, arteri segmental upper, arteri segmental middle, arteri segmental lower anterior.
b. Posterior : tidak ada percabangan sampai memasuki ginjal dan mensuplai segmen posterior ginjal. Bidang intersegmental yang divaskularisasi oleh arteri segmental anterior dan arteri segmental posterior adalah bidang yang benar-benar hipovaskuler yang disebut “Brodel avasculer line“, terletak kira-kira 5 mm posterior dari permukaan terbesar cembung ginjal. Di dalam ginjal, arteri segmentalis berjalan sepanjang sinus renalis dan kemudian bercabang menjadi : arteri lobaris, arteri interlobaris, arteri arkuata, arteri interlobaris.
Inervasi
Inervasi ginjal berasal dari pleksus renalis yang merupakan sisitem saraf autonom, berjalan melewati aorta tepat pada bagian kranial dari arteri renalis, berasal dari serabut-serabut preganglionik dari T 12 dan segmen lumbar bagian atas. Serabut-serabut ini bersama-sama dengan arteri renalis masuk ginjal melalui hillum dan melanjutkan diri mengikuti percabangan arteri. Sinaps terjadi dalam ganglion renal. Inervasi parasimpatik berasal dari n. Vagus.
FISIOLOGI GINJAL
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak (sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah ”menyaring/membersihkan” darah. Proses pembentukan urin melewati tahap, yaitu ultrafiltrasi glomerular, reabsorpsi tubular, dan sekresi tubular.
Fungsi dari ginjal meliputi :
- Mempertahankan keseimbangan air dalam tubuh
- Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES
- Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri.
- Membantu memelihara keseimbangan asam dan basa tubuh dengan mengeluarkan H+ dan HCO3- melalui urin.
- Memelihara osmolalitas (Konsentrasi zat pelarut) berbagai cairan tubuh terutama melalui pengaturan keseimbangan H2O.
- Mengeksresikan (eliminasi) produk sisa dari metabolisme tubuh misalnya urea, asam urat, kreatinin. Jika dibiarkan zat tersebut menjadi senyawa toksik terutama bagi otak.
- Mengeksresikan (eliminasi) senyawa asing misalnya obat, zat penambah pada makanan, pestisida, dan bahan eksogen.
- Menseksresikan eritropoetin suatu hormon yang merangsang pembentukan sel darah merah.
- Menseksresikan renin hormon yang penting untuk memacu reaksi berantai yang penting dalam proses konversi garam oleh ginjal.
- Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
DEFINISI TRAUMA GINJAL
Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh berbagai macam rudapaksa baik tumpul maupun tajam. Cedera ginjal dapat terjadi secara langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang atau tidak langsung yaitu merupakan cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga retroperitonium. Goncangan ginjal di dalam rongga retroperitonium menyebabkan regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis. Robekan ini akan memacu terbentuknya bekuan-bekuan darah yang selanjutnya dapat menimbulkan trombosis arteri renalis beserta cabang-cabangnya. Cedera ginjal dipermudah jika sebelumnya sudah ada kelainan pada ginjal, antara lain hidronefrosis, kista ginjal, atau tumor ginjal.
ETIOLOGI
- Trauma langsung misalnya tabrakan, olahraga, tendangan, pukulan yang dapat mengani abdomen depan, samping, atau belakang.
- Trauma tidak langsung misalnya jatuh, duduk berdiri, sehingga terjadi counter croup.
- Kontraksi otot-otot abdomen yaitu pada pasien dengan hidronefrosis berat.
- Luka tembus dan luka tembak.
- Iatrogenik.
- Intraoperatif
Gambar 4 : mekanisme trauma
PATOGENESIS
Ginjal yang terletak pada rongga retroperitoneal bagian atas hanya terfiksasi oleh pedikel pembuluh darah serta ureter, sementara masa ginjal melayang bebas dalam bantalan lemak yang berada dalam fascia Gerota. Fascia Gerota sendiri yang efektif dalam mengatasi sejumlah kecil hematom, tidak sempurna dalam perkembangannnya. Kantong fascia ini meluas kebawah sepanjang ureter, meskipun menyatu pada dinding anterior aorta serta vena cava inferior, namun mudah untuk sobek oleh adanya perdarahan hebat sehingga perdarahan melewati garis tengah dan mengisi rongga retroperitoneal.
Karena miskinnya fiksasi, ginjal mudah mengalami dislokasi oleh adanya akselerasi maupun deselerasi mendadak, yang bisa menyebabkan trauma seperti avulsi collecting system atau sobekan pada intima arteri renalis sehingga terjadi oklusi parsial maupun komplet pembuluh darah. Sejumlah darah besar dapat terperangkap didalam rongga retroperitoneal sebelum dilakukan stabilisasi. Keadaan ekstrem ini sering terjadi pada pasien yang datang di ruang gawat darurat dengan kondisi stabil sementara terdapat perdarahan retroperitoneal. Korteks ginjal ditutupi kapsul tipis yang cukup kuat. Trauma yang menyebabkan robekan kapsul sehingga menimbulkan perdarahan pada kantong gerota perlu lebih mendapat perhatian dibanding trauma yang tidak menyebabkan robekan pada kapsul.
Vena renalis kiri terletak ventral aorta sehingga luka penetrans didaerah ini bisa menyebabkan trauma pada kedua struktur. Karena letaknya yang berdekatan antara pankreas dan pole atas ginjal kiri serta duodenum dengan tepi medial ginjal kanan bisa menyebabkan trauma kombinasi pada pankreas, duodenum dan ginjal. Anatomi ginjal yang mengalami kelainan seperti hidronefrosis atau tumor maligna lebih mudah mengalami ruptur hanya oleh adanya trauma ringan.
DERAJAT TRAUMA GINJAL
Tujuan pengklasifikasian trauma ginjal adalah untuk memberikan pegangan dalam terapi dan prognosis. Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal dibedakan menjadi cedera minor, cedera mayor, cedera pada pedikel atau pembuluh darah ginjal. Sebagian besar (85%) trauma ginjal merupakan cedera minor (derajat I dan II), 15% termasuk cedera mayor (derajat III dan IV), dan 1% termasuk cedera pedikel ginjal.
Gambar 5 : Derajat kerusakan ginjal
Klasifikasi trauma ginjal menurut Sargeant dan Marquadt yang dimodifikasi oleh Federle :
Derajat
|
Jenis kerusakan
|
Derajat I
|
· Kontusi
ginjal
· Minor laserasi korteks dan medulla tanpa gangguan pada sistem
pelviocalices
· Hematom minor dari subcapsular atau perinefron (kadang kadang)
· 75- 80 %
dari keseluruhan trauma ginjal
|
Derajat II
|
· Laserasi parenkim yang berhubungan dengan tubulus kolektivus sehingga
terjadi extravasasi urine
· Sering
terjadi hematom perinefron
· Luka
yang terjadi biasanya dalam dan meluas sampai ke medulla
· 10 – 15 % dari keseluruhan trauma ginjal
|
Derajat III
|
· Ginjal
yang hancur
· Trauma pada vaskularisasi pedikel ginjal
· 5 % dari keseluruhan trauma ginjal
|
Derajat IV
|
· Avulsi
pada ureteropelvic junction
· Laserasi
dari pelvis renal
|
GEJALA KLINIS
Gambaran klinis yang ditunjukkan oleh pasien trauma ginjal sangat bervariasi tergantung pada derajat trauma dan ada atau tidaknya trauma pada organ lain yang menyertainya. Perlu ditanyakan mekanisme cedera untuk memperkirakan luas kerusakan yang terjadi.
Nyeri terlokalisasi pada satu pinggang atau seluruh perut. Trauma lain seperti ruptur visera abdomen atau fraktur pelvis multiple juga menyebabkan nyeri abdomen akut sehingga mengaburkan adanya trauma ginjal. Kateterisasi biasanya menunjukkan adanya hematuria. Perdarahan retroperitoneal bisa menyebabkan distensi abdomen, ileus, nausea serta vomitus.
Perlu diperhatikan adanya syok atau tanda-tanda kehilangan darah masiv karena perdarahan retroperitoneal. Cermati adanya ekimosis atau hematom pada pinggang atau kuadran atas abdomen. Juga adanya patah tulang iga bagian bawah. Mungkin ditemukan nyeri abdomen difus pada palpasi yang merupakan tanda akut abdomen karena adanya darah pada cavum peritonei. Distensi abdomen mungkin ditemukan dengan bising usus yang menghilang. Masa yang palpable menandakan adanya hematom retroperitoneal besar atau suatu ekstravasasi urin. Namun jika retroperitoneum robek, darah bebas masuk ke cavum peritonei tanpa ditemukan masa palpable pada pinggang.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Hematuri baik gross maupun mikroskopis. Beratnya hematuri tidak berbanding lurus dengan beratnya kerusakan ginjal. Pada trauma minor bisa ditemukan hematuri yang berat, sementara pada trauma mayor bisa hanya hematuri mikroskopis. Sedangkan pada avulsi total vasa renalis bahkan tidak ditemukan hematuri.
Kadar hemoglobin dan hematokrit menurun karena ada perdarahan di abdomen.
Darah rutin (Angka lekosit, hitung jenis lekosit, angka eritrosit, trombosit, )
Kimia darah (ueum dan creatinin)
Radiologi
Ø Foto polos abdomen
Adanya obliterasi psoas shadow menunjukkan hematom retroperitoneaal atau ekstravasasi urin. Udara usus pindah dari posisinya. Pada tulang tampak fraktur prosesus transversalis vertebra atau fraktur iga.
Ø Intravenous Pielonefrography (IVP)
Pada trauma ginjal, semua semua trauma tembus atau trauma tumpul dengan hemodinamik tidak stabil yang membutuhkan eksplorasi segera harus dilakukan single shot high dose Intravenous Pielonefrography (IVP) sebelum eksplorasi ginjal. Kerbatasan pemeriksaan IVP adalah tak bisa mengetahui luasnya trauma. Dengan IVP bisa dilihat fungsi kedua ginjal, adanya serya luasnya ekstravasasi urin dan pada trauma tembus bisa mengetahui arah perjalanan peluru pada ginjal. IVP sangat akurat dalam mengetahui ada tidaknya trauma ginjal. Namun untuk staging trauma parenkim, IVP tidak spesifik dan tidak sensitive. Pada pasien dengan hemodinamik stabil, apabila gambaran IVP abnormal dibutuhkan pemeriksaa lanjutan dengan Computed Tomography (CT) scan. Bagi pasien hemodinamik tak stabil, dengan adanya IVP abnormal memerlukan tindakan eksplorasi.
Ø CT Scan
Staging trauma ginjal paling akurat dilakukan dengan sarana CT scan. Teknik noninvasiv ini secara jelas memperlihatkan laserasi parenkim dan ekstravasasi urin, mengetahui infark parenkim segmental, mengetahui ukuran dan lokasi hematom retroperitoneal, identifikasi jaringan nonviable serta cedera terhadap organ sekitar seperti lien, hepar, pancreas dan kolon.(Geehan , 2003; Brandes , 2003) CT scan telah menggantikan pemakaian IVU dan arteriogram.Pada kondisi akut, IVU menggantikan arteriografi karena secara akurat dapat memperlihatkan cedera arteri baik arteri utama atau segmental. Saat ini telah diperkenalkan suatu helical CT scanner yang mampu melakukan imaging dalam waktu 10 menit pada trauma abdomen.
Ø Arteriografi
Bila pada pemeriksaan sebelumnya tidak semuanya dikerjakan, maka arteriografi bisa memperlihatkan cedera parenkim dan arteri utama. Trombosis arteri dan avulsi pedikel ginjal terbaik didiagnosis dengan arteriografi terutama pada ginjal yang nonvisualized dengan IVU. Penyebab utama ginjal nonvisualized pada IVU adalah avulsi total pedikel, trombosis arteri, kontusio parenkim berat yang menyebabkan spasme vaskuler. Penyebab lain adalah memang tidak adanya ginjal baik karena kongenital atau operasi sebelumnya.
Ø Ultra Sonography (USG)
Pemeriksa yang terlatih dan berpengalaman dapat mengidentifikasi adanya laserasi ginjal maupun hematom. Keterbatasan USG adalah ketidakmampuan untuk membedakan darah segar dengan ekstravasasi urin, serta ketidakmampuan mengidentifikasi cedera pedikel dan infark segmental. Hanya dengan Doppler berwarna maka cedera vaskuler dapat didiagnosis. Adanya fraktur iga , balutan, ileus intestinal, luka terbuka serta obesitas membatasi visualisasi ginjal.
DIAGNOSIS BANDING
- Trauma terhadap otot-otot di daerah pinggang
- Trauma terhadap tulang costa dan vertebra lumbal.
- Contusio Jaringan lunak di daerah ginjal.
Pada keadaan tersebut timbul nyeri yang hebat pada pinggang menyerupai trauma ginjal namun pada pemeriksaan laboratorium urin tidak terdapat kelainan dan BNO dan IVP normal (3).
DIAGNOSIS
Kecurigaan terhadap adanya cedera ginjal jika terdapat :
- Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut bagian atas dengan disertai nyeri atau didapatkan adanya jejas pada daerah itu.
- Hematuria.
- Fraktur costa sebelah bawah (T8-T12) atau fraktur prosesus spinosus vertebra.
- Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang.
- Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu lintas.
KOMPLIKASI
Jika tidak mendapatkan perawatan yang cepat dan tepat, trauma mayor dan trauma pedikel sering menimbulkan perdarahan yang hebat dan berakhir dengan kematian. Selain itu kebocoran system kaliks dapat menimbulkan ekstravasasi urine hingga menimbulkan urinoma, abses perirenal, urosepsis, dan kadang menimbulkan fistula renokutan. Dikemudian hari pasca cedera ginjal dapat menimbulkan penyulit berupa hipertensi, hidronefrosis, urolitiasis, atau pielonefritis kronis (7).
PENATALAKSANAAN
Pada setiap trauma tajam yang diduga mengenai ginjal harus dipikirkan untuk melakukan tindakan eksplorasi, tetapi pada trauma tumpul, sebagian besar tidak memerlukan operasi. Manajemen pada trauma ginjal adalah:
Gambar 6 : alogaritma pada trauma ginjal
Penatalaksanaan Pertama kali saat datang di IGD :
- Jaga Airway, Breathing (Pasang oksigen), Circulating (Pasang infus).
- Pasang Kateter untuk mengetahui adanya hematuri.
- Pantau tanda Vital (Tensi, Respirasi, Nadi, suhu).
Konservatif
Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Diawalin dengan ABC. Dilakukan observasi tanda-tanda vital, kemungkinan adanya penambahan massa di pinggang, adanya pembesaran lingkaran perut, penurunan kadar haemoglobin darah, dan perubahan warna urine.
Jika selama tindakan konservatif terdapat tanda-tanda perdarahan atau kebocoran urine yang menimbulkan infeksi, harus segera dilakukan tindakan operasi.
Operasi
Operasi ditujukan pada trauma ginjal mayor dengan tujuan untuk segera menghentikan perdarahan. Indikasi eksplorasi ginjal, yaitu syok yang tidak teratasi dan syok berulang. Selanjutnya perlu dilakukan debridement, reparasi ginjal atau tidak jarang harus dilakukan nefrektomi parsial bahkan nefrektomi total karena kerusakan ginjal yang sangat berat.
KESIMPULAN
Trauma ginjal adalah trauma yang paling sering pada sistem urinaria. Trauma sering kali disebabkan kerana jatuh, kecelakaan lalu lintas, luka tusuk, dan luka tembak. Ruptur spontan ginjal adalah jarang. Trauma ginjal biasa diklasifikasikan kepada trauma tumpul dan tajam.
Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal dibedakan menjadi cedera minor, cedera mayor, cedera pada pedikel atau pembuluh darah ginjal. Sebagian besar trauma ginjal merupakan cedera minor (derajat I dan II), 15% termasuk cedera mayor (derajat III dan IV), dan termasuk cedera pedikel ginjal.
Gambaran klinis yang ditunjukkan oleh pasien trauma ginjal sangat bervariasi tergantung pada derajat trauma dan ada atau tidaknya trauma pada organ lain yang menyertainya. Gejala berupa Hematuria (massif atau mikroskopis), nyeri abdominal dan lumbar, terlihat adanya hematom pada pinggang, Syok hipovolemik, mual dan muntah.
Pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk menunjang BNO-IVP, Foto Abdomen AP, CT-SCAN, dan USG. Pada setiap trauma tajam yang diduga mengenai ginjal dapat dilakukan terapi konservatif dan operatif.
DAFTAR PUSTAKA
- Basuki. 2003. Dasar-dasar Urologi. Edisi kedua. Sagung seto. Yogyakarta.
- Taufik Abidin. 2008. Laporan Kasus trauma ginjal. Fakultas kedokteran Universitas mataram. NTB.
- Fari Trivira S.ked. 2004. Trauma Ginjal. FKUMY. Yogyakarta.
- Price Wilson.1995. Patofisiologi Konsep Klinis proses-proses penyakit. Edisi I. EGC. Jakarta.
- Sheerwood. 2001. Fisiologi manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. EGC. Jakarta.
- Snell. 1998. Anatomi Klinik untuk mahasiswa Kedokteran. EGC. Edisi I,II,III. Jakarta
- Purnawan Junadi. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 2. Media Aesculapius FKUI. Jakarta.
- www.bedahugm.net/Bedah-Urologi/Trauma-Pada-Ginjal.html - 90k -
- http://refmedika.blogspot.com/2009/02/trauma-ginjal.html.Radiologi
- http://www.scielo.br/img/revistas/ibju/v29n2/2a02f1.gif (alogaritma)
- http://catscanman.net/blog/wp-content/uploads/2008/renaltrauma11.jpg (derajat kerusakan ginjal).
- http://www.biomedcentral.com/1471-2490/8/11/figure/F1 (alo blunt)
- http://tubulus.multiply.com/journal/item/32/Anatomi_Fisiologi_Ginjal_Anfis
Comments
Post a Comment
Terima kasih atas komentar yang diberikan.. Akan disampaikan dan ditanggapi segera..