PENGERTIAN
Keterangan ahli adalah sesuai dengan Pasal 1 butir 28 KUHAP: ”Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”,
Kewajiban dokter untuk membuat keterangan ahli telah diatur dalam pasal 133 KUHAP. Keterangan ahli ini akan dijadikan sebagai alat bukti yang sah di depan sidang pengadilan (pasal 184 KUHAP). Keterangan ahli ini dapat diberikan secara lisan di depan sidang pengadilan (pasal 186 KUHAP), dapat pula diberikan pada masa penyidikan dalam bentuk laporan penyidik (penjelasan pasal 186 KUHAP), atau dapat diberikan dalam bentuk keterangan tertulis di dalam suatu surat (pasal 187 KUHAP).
PENGAJUAN PERMINTAAN KETERANGAN AHLI
Menurut KUHAP pasal 133 ayat (1) yag berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli adalah penyidik. Penyidik pembantu juga mempunyai wewenang tersebut sesuai dengan pasal 11 KUHAP.Pasal 133 ayat 1 KUHAP: ”Dalam hal ini penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidanan, ia berwenang mengajukan pemeriksaan keterangan ahli kepada Ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.”
Adapun yang termasuk dalam kategori penyidik menurut KUHAP pasal 6 ayat (1) jo PP 27 tahun 1983 pasal 2 ayat (1) adalah Pejabat Polisi Negara RI yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang dengan pangkat serendah-rendahnya Pembantu Letnan Dua. Sedangkan penyidik pembantu berpangkat serendah-rendahnya Sersan Dua. Dalam PP yang sama disebutkan bahwa bila penyidik tersebut adalah pegawai negeri sipil, maka kepangkatannya adalah serendah-rendahnya golongan II/b untuk penyidik dan II/a untuk penyidik pemabantu. Bila di suatu kepolisian sektor tidak ada pejabat penyidik seperti di atas, maka kepala kepolisian sektor yang berpangkat bintara di bawah Pembantu Letnan Dua dikategorikan pula sebagai penyidik karena jabatannya (PP 27 tahun 1983 pasal 2 ayat 2)
Dalam lingkup kewenangan / Juridiksi peradilan militer, maka pengertian penyidik dapat dikaitkan dengan surat keputusan Pangkab No: Kep/04/P/II/1983 tentang penyelenggaraan fungsi kepolisian militer. Pasal 4 huruf c ketentuan tersebut mengatur fungsi polisis militer sebagai penyidik, sedagkan pasal 6 ayat c ketentuan di atas mengatur fungsi ProVoost dalam membantu Komandan / Ankum (atasan yang berhak menghukum) dalam penyidikan perkara pidana (di lingkungan yang bersangkutan), tetapi penyelesaian selanjutnya diserahkan kepada POM atau POLRI.
Menurut KUHAP pasal 133 ayat (1) yang berwenang melakukan pemeriksaan forensik yang menyangkut tubuh manusia dan membuat keterangan ahli adalah dokter ahli kedokteran kehakiman (forensik), dokter dan ahli lainnya. Sedangkan dalam penjelasan KUHAP tentang pasal tersebut dikatakan bahwa yang dibuat oleh dokter ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli sedangkan yang dibuat oelh selain ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan.
Secara garis besar, semua dokter yang telah mempunyai surat penugasan atau surat izin dokter dapat membuat keterangan ahli. Namun untuk tertib administrasinya, maka sebaiknya permintaan keterangan ahli ini hanya diajukan kepada doter yang bekeraja pada suatu instansi kesehatan (Puskesamas hingga Rumah Sakit) atau instansi khusus untuk itu, terutama yang milik pemerintah.
Permintaan keterangan ahli oleh penyidik harus dilakukan secara tertulis, dan hal ini secara tegas telah diatur dalam KUHAP pasal 133 ayat (2), terutama untuk korban mati.Pasal 133 ayat 2 KUHAP:”Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.”
Jenazah harus diperlakukan dengan baik, diberi label identitas dan penyidik wajib memberitahukan dan menjelaskan kepada keluarga korban mengenai pemeriksaan yang akan dilaksanakan. Mereka yang menghalangi pemeriksaan jenazah untuk kepentingan peradilan diancam hukuman sesuai dengan pasal 222 KUHP ”Barangsiapa dengan segaja mencegah, mengahalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.”
Korban yang masih hidup sebaiknya diantar oleh petugas kepolisian guna pemastian identitasnya. Korban adalah juga pasien sehingga ia masih mempunyai hak sebagai pasien pada umumnya.
Surat permintaan keterangan ahli ditujukan kepada instansi kesehatan atau instansi khusus untuk itu, bukan kepada individu dokter yang bekerja di dalam instansi tersebut.
Comments
Post a Comment
Terima kasih atas komentar yang diberikan.. Akan disampaikan dan ditanggapi segera..