Skip to main content

Infeksi Saluran Pernafasan Akut

Definisi
ISPA sering disalahartikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang benar ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Batasan akut dari ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Sedangkan yang termasuk dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru. Jadi ISPA merupakan penyakit infeksi pada organ-organ tersebut (Rasmaliah, 2004) 


Infeksi saluran napas atas meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis, epiglotitis, tonsilitis, otitis. Sedangkan infeksi saluran napas bawah meliputi infeksi pada bronkhus, alveoli seperti bronkhitis, bronkhiolitis, pneumonia. Infeksi saluran napas atas bila tidak diatasi dengan baik dapat berkembang menyebabkan infeksi saluran nafas bawah. Infeksi saluran nafas atas yang paling banyak terjadi serta perlunya penanganan dengan baik karena dampak komplikasinya yang membahayakan adalah otitis, sinusitis, dan faringitis.



Etiologi Dan Faktor Resiko
ISPA dapat disebabkan oleh virus, bakteri maupun riketsia. Infeksi bakterial merupakan penyulit ISPA oleh karena virus, terutama bila ada epidemi atau pandemi. Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Menurut berbagai literatur, bakteri dan virus penyebab ISPA, diantaranya bakteri "stafilococus" dan "streptococus" serta "virus influenza" dan "sinsitialvirus" di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernapasan bagian atas, yaitu tenggorokan dan hidung. Akhirnya terjadi peradangan yang disertai demam, pembengkakan pada jaringan tertentu hingga berwarna kemerahan, rasa nyeri dan gangguan fungsi karena bakteri dan virus di daerah tersebut maka kemungkinan peradangan menjadi parah semakin besar dan cepat. Infeksi dapat menjalar ke paru-paru, dan menyebabkan sesak atau pernapasan terhambat, oksigen yang dihirup berkurang, anak menjadi kejang bahkan bila tidak segera ditolong bisa menyebabkan kematian (Avicenna, 2009). Tabel 1. dibawah ini merupakan daftar pathogen penyebab paling umum dari ISPA beserta factor resikonya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran infeksi saluran napas antara lain faktor lingkungan, perilaku masyarakat yang kurang baik terhadap kesehatan diri maupun publik, serta rendahnya gizi. Faktor lingkungan meliputi belum terpenuhinya sanitasi dasar seperti air bersih, jamban, pengelolaan sampah, limbah, pemukiman sehat hingga pencemaran air dan udara. Perilaku masyarakat yang kurang baik tercermin dari belum terbiasanya cuci tangan, membuang sampah dan meludah di sembarang tempat. Kesadaran untuk mengisolasi diri dengan cara menutup mulut dan hidung pada saat bersin ataupun menggunakan masker pada saat mengalami flu supaya tidak menulari orang lain masih rendah (Avicenna, 2009). Tabel 1. dibawah ini merupakan daftar pathogen penyebab paling umum dari ISPA.

Tabel 1. Daftar pathogen penyebab paling umum dari ISPA (DEPKES RI, 2005)

Jenis Penyakit
ISPA
Pathogen penyebab paling umum
Otitis Media
Kebanyakan virus, namun infeksi sekunder oleh bakteri sering timbul, antara lain : Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis
Sinusitis
Kebanyakan virus.  Infeksi oleh bakteri biasanya oleh : Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis
Faringitis
Paling sering oleh bakteri Streptococcus pyogenes, Streptocci Grup C, Corynebacterium diphteriae,Neisseria Gonorrhoeae. Penyebab virus antara lain adenovirus, influenza, parainfluenza, rhinovirus dan respiratory syncytial virus (RSV).
Bronkhitis
Penyebab akut umumnya virus seperti rhinovirus, influenza A dan B, coronavirus, parainfluenza, dan respiratory synctial virus (RSV). Penyebab bakteri antara lain Chlamydia
pneumoniae ataupun Mycoplasma pneumonia
Pneumonia
1.       Community acquired pneumonia (CAP)
Streptococcus pneumonia, H. influenzae, bakteri atypical, virusinfluenza, respiratory syncytial virus (RSV). Pada anak-anak : Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae
2.        Nosokomial Pneumonia
Biasanya adalah bakteri gram negatif seperti E.coli, Klebsiella sp, Proteus sp. Atau bakteri yang lebih bandel seperti Citrobacter sp., Serratia sp., Enterobacter sp.. Pseudomonas aeruginosa
3.       Pneumonia Aspirasi
Streptococci anaerob dan S. aureus

Epidemiologi
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama di Indonesia karena masih tingginya angka kejadian ISPA terutama pada anak Anak Balita. ISPA mengakibatkan sekitar 20% - 30% kematian anak Balita (Depkes RI, 2005). ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien pada sarana kesehatan. Sebanyak 40% - 60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15% - 30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit disebabkan oleh ISPA (Nindya & Sulistyorini, 2003)

ISPA menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya.. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 % -30 % karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan (Nindya & Sulistyorini, 2003) 

Gejala Klinis 
Gejala yang muncul dapat dimulai dari beberapa gejala. Sinusitis dapat dimulai dengan keluhan hidung tersumbat disusul dengan keluarnya cairan secret hidung yang berlebihan. Discharge dari hidung yang bewarna kuning dan berbau merupakan tanda infeksi bakteri dan secret yang cenderung jernih merupakan gejala dari infeksi virus. 

Keluhan batuk-batuk merupakan gejala paling sering dari ISPA dari faringitis, bronchitis dan pneumonia. Batuk berdahak yang bewarna kuning dan berbau busuk biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri. Pada faringitis mungkin juga akan diawali oleh keluhan nyeri waktu menelan yang disusul oleh batuk. Gejala lanjut sekaligus tanda bahaya apabila gejala ISPA terdapat keluhan sesak nafas mulai dari yang ringan sampai yang berat 

Demam dapat timbul pada kebanyakan penyakit ISPA. Demam muncul sebagai manifestasi masuknya pathogen maupun senyawa yang dihasilkan pathogen tersebut ke dalam aliran darah.

Diagnosis
Diagnosis ISPA dan kemungkinan penyebabnya dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa perlu digali dengan dalam keluhan-keluhan yang dirasakan. Ditanyakan dari onset, durasi, faktor yang memperberat dan memperingan, dan lain-lain. 

Pemeriksaan fisik harus dilakukan untuk mendapat diagnosis ISPA. Pemeriksaan harus diurutkan dimulai dari inspeksi untuk melihat discharde, nafas cuping hidung, tanda peradangan di faring sampai tanda retraksi dada jika ditemukan. Palpasi, perkusi, dan auskultasi dilakukan untuk memeriksa keadaan paru. 

Pemeriksaan penunjang bisa dilakukan sebagai pembantu diagnosis penyakit ISPA. Pemeriksaan yang dapat diusulkan adalah pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui angka leukosit dan hitung jenis leukosit, membedakan infeksi bakteri dan virus. Pemeriksaan lain yang sering dilakukan adalah pemeriksaan kultur untuk mengetahui pathogen penyebab. Pemeriksaan kultur mempunyai angka sensitivitas dan spesifitas yang tinggi. Sampel yang digunakan dapat berasal dari cairan discharge, dahak, dan swab mukosa. Pemeriksaan foto rongen dilakukan untuk mendiagnosis penyakit bronkitis 

Diagnosis Banding
Selain dipikirkan penyebab dari penyakit ISPA itu sendiri perlu juga dipikirkan kemungkinan-kemungkinan lain dari keluhan yang dirasakan oleh pasien. Adanya sumbatan pada hidung juga perlu dipikirkan adanya polip atau tumor pada hidung. Keluhan batuk juga bisa disebabkan karena penyakit neoplasma maupun karena penyakit jantung. 

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ISPA dilakukan berdasarkan atas outcome yang akan dicapai. Tujuan terapi otitis media adalah mengurangi nyeri, eradikasi infeksi dan mencegah komplikasi. Sedangkan untuk sinusitis tujuannya adalah untuk membebaskan obstruksi, mengurangi viskositas secret dan eradikasi infeksi. Begitu juga untuk penyakit yang lain. 

Pemberian antibiotik harus hati-hati dilakukan untuk terapi ISPA. Banyak kejadian pemberian antibiotik tidak sesuai atau malah justru berlebihan. Hal ini sering disebabkan karena kekurangjelasan penyebab penyakit dimana ISPA yang disebabkan oeh virus banyak diobati dengan antibiotik. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya resistensi kuman penyebab. Pemberian antibiotik dapat dipilih sebagai lini pertama dan lini kedua. Antibiotik lini kedua dipilih jika pengobatan lini pertama gagal atau ada adanya hipersensitivitas obat lini pertama. Terapi antibiotik secara empiris bisa dilakukan berdasarkan data-data epidemiologi penyebab paling sering. Berikut adalah pilihan terapi antibiotik. 

Tabel 2. Pedoman pilihan terapi empiris antibiotik untuk sinusitis akut yang disebabkan oleh bakteri (DEPKES, 2005)
AGEN ANTIBIOTIK
DOSIS
Lini Pertama
Amoxicillin
Anak : 20-40 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis, atau 25-45 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2 dosis
Dewasa : 3 x 500 mg, atau 2 x 875 mg
Co-trimoxazole
Anak : (6-12 mg TMP – 30-60 mg SMX)/kgBB/hari terbadi 2 dosis
Dewasa : 2 x 2 tab
Entromycin
Anak : 30-50 mg/kgBB/hari terbagi tiap 6 jam
Dewasa : 4 x 250-500 mg
Doxycyclin
Dewasa : 2 x 100 mg
Lini Kedua
Amox-clavulanat
Anak : 25-45 mg/kgBB/hari terbagi 2 dosis
Dewasa : 2 x 875 mg
Cefuroxime
2 x 500 mg

Tabel 3. Antibiotika pada terapi Faringitis Streptococcus Grup A (DEPKES, 2005)
AGEN ANTIBIOTIK
DOSIS
Lama
Lini Pertama
Penicillin G (untuk pasien yang tidak dapat menyelesaikan terapi oral selama 10 hari)
1 x 1,2 juta U secara I.M
1 dosis
Penicillin VK
Anak : 2-3 x 250 mg
Dewasa : 2-3 x 500 mg
10 hari
Amoxicillin
Anak : 3 x 250 mg
Dewasa : 3 x 500 mg
10 hari
Lini Kedua

Entromycin (untuk pasien yang alergi penicillin)
Anak : 4 x 250 mg
Dewasa : 4 x 500 mg
10 hari
Cephalosporin generasi 1&2
Bervariasi sesuai agen
10 hari

Tabel 4. Terapi awal bronchitis (DEPKES, 2005)
KONDISI KLINIK
PATOGEN
TERAPI AWAL
Bronkhitis akut
Biasanya virus
Lini I : Tanpa antibiotik
Lini II : Amoxicillin, Amox-clavilunat, macrolide.
Bronkhitis kronis
H. influenza, Moraxelia catarrhalis, S. pneumonia
Lini I : Amoxicillin, quinolon
Lini II : Quinolon, Amox-clavilunat, azitromycin, co-trimoxazole
Bronkhitis kronik dengan komplikasi
s.d.a, K. pneumonia, P. aeruginosa
Lini I : quinolon
Lini II : Ceftazidime, Cefepime
Bronkhitis kronik dengan infeksi bakteri
s.d.a
Lini I : Quinolon oral atau parenteral, metropenem, atau ceftazidime/Cefepime + Ciprofloxacin oral

Tabel 5.Antibiotika pada terapi Pneumonia
KONDISI KLINIK
PATOGEN
TERAPI AWAL
Dosis Anak (mg/kgBB/hari)
Dosis Dewasa (/hari)
Sebelumnyya sehat
Pneumococcus, Mycoplasma pneumonia
Eritomycin
Claritromycin
Azitromycin
30-50
15
10 pada hari 1, dilanjutkan 5 mg selama 4 hari
1-2 g
0,5-1 g
Komorbiditas (manula, DM, gagal ginjal, gagal jantung, keganasan)
S. pneumonia, H. Influenzae, M. Catarrhalis, Mycoplasma, Chlamydia pneumonia
Cefuroxime
Cefotaxime
Ceftriaxone
50-75
1-2 g
ASPIRASI
Community
Anaerob mulut
Ampicillin/ amoxicillin
Klindamycin
100-200
8-20
2,6 g
1,2-1,8g
Hospital
Anaerob mulut, S. aureus,
Klindamycin + Aminoglicoside
s.d.a
s.d.a
NASOKOMIAL
Pneumonia ringan (onset < 5 hari, resiko rendah)
K. pneumonia, P. aeruginosa, Enterobacter, S. aureus
Cefuroxime
Cefotaxime
Ceftriaxone
Ampicillin-Sulbactam
Ticarcillin-clavilunat
Gatifloxacine
Levofloxacine
s.d.a
s.d.a
s.d.a
100-200
200-300
-
-
s.d.a
s.d.a
s.d.a
4-8 g
12 g
0,4 g
0,5-0,75g
Pneumonia berat (onset >5 hari, Resiko tinggi)
s.d.a
(gentamycin/tobramycin atau ciprofloxacine) +
Ceftazidime atau
Cefepime atau
Tikarcyclin-clav/meronem/aztreona
7,5
-
150
100-150
4-6mg/kg
0,5-1,5g
2-6 g
2-4 g

Terapi medikamentosa selain antibiotik diberikan juga pengobatan pendukung seperti analgesic, antipiretik dan dekongestan. Antihistamin diberikan jika sinusitis disebabkan karena alergi. Pada faringitis dapat diberikan obat kumur larutan garam gargarisma. Pada bronchitis dapat diberikan bronkodilator dengan salbutamol atau albuterol serta pemberian antitusiv, codein atau dextrometrofan untuk meneka batuk.

Pencegahan Penularan 
Edukasi terhadap pencegahan penularan perlu dilakukan untuk mengurangi penularan dari orang sakit ke orang sehat. Tindakan pencegahan tersebut dapat berupa menjaga kebersihan tangan, pemakaian alat pelindung diri atau masker untuk penderita atau orang disekitar penderita, menjaga kebersihan lingkungan dan membiasakan etika batuk, 

DAFTAR PUSTAKA
  1. Rasmaliah, (2004), Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan Penanganannya, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara. Sumatra Utara 
  2. Avicenna, (2009), ISPA, diambil dari http://www.rajawana.com/jurnal-artikel/32-health/429-ispa.pdf 
  3. Depkes RI (2005) Pharmaceutical Care untuk Penyakit Saluran Pernafasan 
  4. Nindya & sulistyorini, (2003), Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akur (ISPA) pada anak balita 
  5. Wiyono A. et al. Panduan kepaniteraan program pendidikan Profesi Kedokteran keluarga, 2007. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta. 

Comments

Popular posts from this blog

Penilaian VTP Tidak Efektif dengan SRIBTA

Ada kalanya dalam melakukan tindakan resusitasi neonatus kita memerlukan tindakan pemberian ventilasi tekanan positif (VTP) dikarenakan kondisi pernafasan bayi belum adekuat untuk bisa bertahan hidup dalam proses adaptasinya dengan lingkungan ekstrauterine. Pemberian VTP diindikasikan pada kondisi berikut, yaitu pertama terjadinya pernafasan yang megap-megap dari bayi atau apneu. Yang kedua, walau bayi dapat bernafas spontan, namun frekuensi jantung kurang dari 100x/menit. Selanjutnya, yang ketiga, SpO2 yang terukur berada di bawah target SpO2 walaupun sudah diberikan O2 aliran bebas.

Langkah Awal Resusitasi Neonatus dengan HAIKAL

Dalam melakukan tindakan resusitasi neonatus, perlu kita perhatikan kesiapan semua aspek. Mulai dari kesiapan alat, kesiapan penolong, kesiapan ruangan, kesiapan tim, bahkan kesiapan dari keluarga untuk mengantisipasi semua hal yang dapat terjadi pada saat proses persalinan. Neonatus dilahirkan ke dunia butuh proses untuk mengadaptasikan dirinya yang awalnya berada intrauterine untuk menjadi tumbuh dan berkembang secara ekstrauterine. Semua itu butuh kesiapan dari seluruh organ yang ada di dalam tubuhnya untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru.

Perbedaan Visum et Repertum, Rekam Medis, dan Surat Keterangan Ahli

Pada postingan sebelumnya, telah dijelaskan apa itu visum et repertum, rekam medis, maupun surat keterangan ahli. Namun, tahukah anda apa perbedaan dari tiap istilah tersebut ? Mungkin tabel berikut dapat menjelaskan apa sebenarnya perbedaan dari ketiga istilah tersebut. Silakan dibaca secara seksama apa perbedaan dari tiap istilah tersebut. Apabila masih ada pertanyaan yang muncul di kepala terkait istilah-istilah ini, ditanyakan melalui kolom komentar di bawah agar lebih jelas. Segala pertanyaan akan saya usahakan untuk dijawab sebisa mungkin. Semoga semua puas, terima kasih.